Friday, March 26, 2010

Improvement 6 - Prinsip Prioritas (Pareto)

Improvement 6 - Prinsip Prioritas (Pareto)


Jangan habiskan energy untuk hal kecil.

Seringkali kita terkecoh saat menghadapi suatu masalah, dan walaupun masalah tersebut terpecahkan, tetapi pemecahan yang ada bukanlah suatu pemecahan yang efisien dan justru malah terlalu rumit.
Atau banyak diantara kita mencari penyelesaian dengan melakukan banyak tindakan sekaligus, yang tentunya membutuhkan biaya dan tenaga yang sangat luar biasa sementara efektivitas hasilnya masih diragukan.

Ada sebuah kisah nyata yang inspiratif :
Pada saat seorang CEO dari sebuah grup manufacturing baru saja ditempatkan di sebuah pabrik, dia mendapati sebuah kenyataan bahwa pabrik yang akan dipimpinnya adalah pabrik yang sangat berantakan dan amburadul. Pabrik tersebut data keuangannya minus, para pekerjanya kurang termotivasi sehingga produktivitasnya rendah, lokasi produksi sangat kotor, tumpukan produksi di gudang sangat tinggi karena tingginya angka reject, dan hampir semua indikator berada dalam kriteria negatif. Sang CEO merasa sangat bingung darimana dia harus membenahi pabrik tersebut.

Hari kedua dia berada di pabrik tersebut, sang CEO memanggil seluruh manager di perusahaan, dan mengatakan bahwa hari ini dia hanya membuat satu keputusan yaitu "seluruh gudang yang ada di pabrik harus dirobohkan dan menjadi sarana olah raga karyawan".
Semua manager terperangah dan melakukan penolakan, tetapi sang CEO tetep "keukeuh" dan berkata "lakukan saja dan lakukan pula penyesuaian yang diakibatkan tidak adanya gudang di pabrik kita."

Kita bisa membayangkan sebuah pabrik tanpa adanya sebuah gudang. Begitu raw material (bahan baku) datang maka harus langsung masuk ke dalam proses produksi. Begitu barang selesai dari proses produksi maka harus langsung dikirim ke pembeli.
Bagian Engineering sangat sibuk untuk mempersiapkan layout dan proses produksi yang efisien. Bagian HRD mempersiapkan orang-orang dengan produktivitas yang tinggi dan mengganti orang-orang yang "lambat" serta memberikan kesempatan kepada karyawan untuk membugarkan diri mereka dengan olah raga di tempat yang telah disediakan perusahaan, di sela-sela waktu senggang mereka. Bagian akunting dan keuangan selalu memonitor data real time dan membenahi sistem pembayaran atau uang perusahaan tak akan pernah kembali. Bagian pengiriman membuat sistem delivery yang lebih cepat, hubungan dengan vendor menjadi lebih intens dengan pola monitoring yang ketat. Semua sendi dalam perusahaan tiba-tiba bergerak dinamis, dan real hanya dalam waktu kurang dari satu semester pabrik tersebut menjadi pabrik yang rapi dan menguntungkan.

Ternyata dalam perenungan sang CEO, dia merasakan bahwa sumber terbesar dari permasalahan di pabriknya adalah adanya gudang dan tumpukan produksi yang aman. Dia menganalisa bahwa dengan membuat satu keputusan yang paling benar dan telak di pusat sasaran permasalahan, maka meskipun cuma 20% letak masalahnya tetapi bisa menyelesaikan 100% permasalahan yang dihadapinya.

Begitulah prinsip pareto bekerja, menyelesaikan 20% permasalahan utama akan memberikan dampak 80% bahkan 100% terhadap perbaikan.
Prinsip dasar pareto adalah proses analisa untuk menemukan hal yang paling memiliki nilai pengaruh yang tertinggi dan mengeksekusi dalam sebuah keputusan di waktu yang tepat.

Lalu, bagaimana “Prinsip Pareto” ini bekerja dalam kehidupan kita sehari-hari?
Coba perhatikan kembali kejadian-kejadian dan masalah-masalah yang anda hadapi. Apakah anda telah melakukan 20% pemecahan masalah utama yang memberikan dampak 80% terhadap tujuan akhir?

Berikut beberapa contoh prinsip pareto dalam hidup kita sehari-hari :

1. Dari 100% fitur alat elektronik, seperti misalnya Handphone, TV, Komputer, dll yang hanya dipakai kemungkinan kurang dari 20% dari fitur yg tersedia (kuasai 20% fitur yang tersedia, dan anda akan terhubung dengan 80% fitur lainnya)

2. 100% Kebersihan rumah yang begitu luas… akan terasa, dengan cara anda fokus terhadap kebersihan 20% bagian rumah itu sendiri. (Ga mungkin banget kita naek2 ke atas atap tiap bulan… kan…)
apa yang biasa kita lakukan adalah cukup memastikan kebersihan halaman, ruang tamu dan kamar mandi (khusus untuk bagian kamar mandi ini, saya selalu melakukan pengecekan awal saat pertama kali saya akan menginap di suatu penginapan/ hotel)

3. 100% pekerjaan kita pada dasarnya adalah rutin dari waktu ke waktu. Bila kita tetapkan sistem yang baik maka sebenarnya kita hanya fokus pada 20% aktivitas yang berkontribusi terhadap 80% pencapaian target. 20% aktivitas tersebut adalah Planning (masih ingat Prinsip 3 : PDCA kan?)

Intinya adalah Fokus... Fokus dan Fokus terhadap hal-hal yang bisa dilakukan berdasarkan BIG ROCK-nya. Jangan habiskan energi untuk melakukan aktivitas yang ’merampok’ waktu kita, sehingga pekerjaan kita menggulung dan menggunung keesokan harinya...lagi dan lagi... Kalau sudah begitu, kelihatannya kita sibuk, padahal...

Performance is not measured by business but by Result.


Note :
beberapa ide dan masukan diperoleh dari seorang teman yang mohon maaf, saya lupa namanya. Bagi teman yang merasa pernah memberikan masukan tersebut, mohon maaf saya tidak dapat menyebutkan nama dan terima kasih atas ide dan masukannya, saya telah ‘sharing’ internal di perusahaan saya sebelumnya, dan saya pikir sudah saatnya untuk di ’share’ ke teman-teman yang lain.

Tuesday, March 23, 2010

Improvement 5 - Berbicara berdasarkan Data

Improvement 5 - Berbicara Berdasarkan Data

Masih tentang improvement.
Dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, kita seringkali dihadapkan pada pertanyaan atau masalah yang membutuhkan jawaban atau respon dengan cepat. Saat kita merespon, terkadang ada fakta yang tertinggal. Hal itulah yang mengakibatkan jawaban seseorang baru bersifat BISA JADI atau MUNGKIN BENAR, tetapi BELUM TEPAT.

Lalu, bagaimana supaya bisa menjawab dengan TEPAT?
Data adalah langkah awal untuk mengambil keputusan. Melalui data seseorang dapat membuat pertimbangan. Data tersebut memperbanyak bukti yang dimiliki oleh seseorang untuk mengambil keputusan dan tindakan yang akurat.
Penyelesaian masalah bukan hanya sekedar memberikan jawaban/ solusi atas permasalahan tersebut, namun juga harus didukung oleh data yang akurat sehingga solusi yang diberikan tepat dan tidak hanya berlaku untuk permasalahan yang sedang terjadi tetapi juga dapat menjadi acuan jika permasalahan yang sama muncul kembali.
Hindari menggunakan "feeling" dalam penyelesaian masalah, "Speak by Data" atau Anda akan terjebak dalam solusi-solusi yang hanya mampu menyelesaikan masalah sesaat....

Bagaimana Anda menyelesaikan masalah di bawah ini?

Seorang Bos besar, sebut saja namanya Joy, memiliki beberapa usaha, dan salah satunya adalah cafe.
Bos Joy tidak bisa berhenti dari kebiasaannya, yaitu merokok, dimanapun, bahkan di ruang kantornya sekalipun. Kebiasaan merokok ini membuat dia sering terbatuk-batuk. Tidak hanya saat di rumah, saat sedang bekerja pun dia sering terbatuk-batuk.
Selain merokok, kesukaan Bos Joy yang lain adalah memelihara burung. Banyak burung peliharaannya, salah satunya adalah burung beo berwarna hijau kebiru-biruan kesayangannya. Burung beo tersebut bisa berbicara dan suka menirukan pembicaraan orang atau suara apapun yang didengarnya. Bos Joy menempatkan burung beo itu di ruangan kantornya yang tidak ber-AC, dengan alasan untuk menemani dirinya saat bekerja.
Pada suatu ketika, burung yang paling disayangi tersebut batuk-batuk. Sudah dibawa ke dokter spesialis burung, tetapi tidak sembuh juga. Bahkan, ketika Bos Joy pergi ke luar negeri, ia sekalian mengajak burung beo-nya tersebut untuk berobat ke dokter di luar negeri. Tetapi hasilnya nihil! Burung beo tetap terbatuk-batuk.
Apakah solusi terbaik agar burung tersebut tidak batuk lagi?

Bagaimana Anda akan menjawab pertanyaan di atas?
Ingat! Jawaban Anda bukan sekedar jawaban, Anda harus punya data untuk mendukung jawaban Anda.

Ingat prinsip “BERBICARA BERDASARKAN DATA”.

Selamat mencoba!

Friday, March 19, 2010

Improvement 4 - Orientasi Pemecahan Masalah

Improvement 4 - Orientasi Pemecahan Masalah

"It doesn't matter how strong your opinions are. If you don't use your power for positive change, you are, indeed, part of the problem." -- Coretta Scott King

Alkisah ada sebuah perusahaan sepatu yang akan melakukan ekspansi ke suatu negara di Afrika. Direktur perusahaan sepatu tersebut memanggil dua orang salesmannya untuk melakukan survey. Direktur tersebut memanggil salesman pertama dan mengatakan rencananya untuk membuka pabrik sepatu di Afrika. Maka pada hari yang telah ditentukan, salesman pertama berangkat menuju Afrika. Sesampainya di Bandara di sebuah negara di Afrika, salesman pertama melihat bahwa semua orang di negera tersebut tidak memakai sepatu. Maka salesman pertama tersebut langsung pulang.
Salesman pertama mengatakan kepada direkturnya "Wah, percuma Pak kalau kita buka pabrik sepatu disana, ....karena semua orang di negara tersebut tidak memakai sepatu, jadi tidak akan ada yang beli sepatu kita....PERCUMA SAJA PAK!"

Sang Direktur merasa tidak puas mendengar penjelasan dari salesman pertama. Karena itu ia panggil salesman kedua untuk pergi ke negara di Afrika tersebut. Pada hari yang telah ditentukan salesman kedua berangkat menuju Afrika. Sesampainya di bandara, ia melihat hal yang sama seperti yang di lihat oleh salesman pertama. Ia melihat bahwa semua orang di negara tersebut ternyata tidak memakai sepatu.
Salesman kedua dengan sangat bersemangat langsung menelepon sang direktur, "Halo Pak....wah....LUAR BIASA SEKALI PAK....BAPAK HARUS SEGERA MEMBUKA PABRIK SEPATU DISINI....SEPATU KITA PASTI LAKU KERAS.......KARENA SEMUA ORANG DISINI TIDAK MEMAKAI SEPATU!!!!"

Dua orang melihat satu hal yang sama tetapi memiliki sikap yang berbeda sehingga hasilnyapun berbeda. SIKAP sangat penting dalam segala bidang kehidupan. Masalah tidak begitu penting tetapi BAGAIMANA KITA MENYIKAPI / BEREAKSI terhadap MASALAH tersebutlah yang terpenting.

Apakah Anda termasuk orang yang berorientasi menyalahkan atau si Pemecah Masalah?
Andalah yang lebih tahu...

Hasilkan yang terbaik untuk proses berikutnya

Hasilkan yang terbaik untuk proses berikutnya

Pada 3 artikel saya sebelumnya, sebenarnya saya sedang membahas tentang improvement. Berpikir kreatif, berpikir positif dan melakukan yang enak atau yang benar berdasarkan pola Plan-Do-Check-Action (PDCA), adalah merupakan satu rangkaian.

Untuk memudahkan rangkaian antara satu dengan yang lain, saya beri nama saja seperti ini :
Introduction to Improvement - Berpikir kreatif, solusi dari masalah
Improvement 1 – Berpikir positif
Improvement 2 – Melakukan yang enak atau yang benar? (PDCA)

Dan rangkaian berikutnya adalah :

Improvement 3 – Proses berikutnya adalah customer kita’.

Ciptakan Rantai Manfaat (Proses berikutnya adalah customer kita)
"Tidak ada orang yang malas di dunia ini, yang ada hanya orang yang tidak tertarik pada visinya" demikian kata Anthony Robin.
Kengganan dan kemalasan hanya hadir ketika kita gagal menangkap tujuan dari setiap aktivitas yang kita lakukan.

Tindakan manusia selalu didasari manfaat bagi dirinya atau disebut AMBAK (Apa Manfaat BagiKu). Setiap aktivitas yang kita lakukan mempunyai dampak. Dampak tersebut bekerja berantai menciptakan dampak-dampak lainnya. Bila dampak negatif yang kita hasilkan, maka akan terus berantai menghasilkan dampak negatif bagi aktivitas lainnya. Sebaliknya bila dampak positifi yang kita hasilkan, maka akan terus mengalir menghasilkan dampak positif bagi aktivitas lainnya

Kekurangan kita adalah kita sering melihat manfaat hanya pada lapisan pertama.
Kita yakin olah raga akan mengakibatkan sehat dan perbaikan stamina. Namun kita seringkali lupa memikirkannya, olah raga yang seperti apa yang membuat kita menjadi sehat. Manfaat akan diperoleh bila proses yang menyertainya juga memberikan manfaat yang berproses secara reaksi berantai menciptakan manfaat-manfaat lainnya.

Sadarkah kita bahwa olah raga dapat memberikan dampak pada prestasi anak-anak kita? Mari kita perhatikan proses berikut ini, dengan olah raga secara teratur kita mendapatkan manfaat kesehatan dan stamina yang prima, dengan stamina yang prima kita mampu bekerja secara optimal dan mencapai produktivitas yang tinggi, dengan produktivitas tinggi yang kita hasilkan akan mendukung prestasi dan karir kita, karir yang semakin baik akan memberikan penghasilan yang semakin baik pula, karir dan penghasilan yang baik membuat kita bahagia, kebahagiaan membuat hubungan kita dengan keluarga menjadi lebih harmonis, harmoni dalam keluarga mampu mendukung prestasi anak-anak kita.

(Note: rangkaian di atas adalah sebagai ilustrasi saja, karena saya yakin ada hal-hal yang secara non-material yang sangat menentukan kebahagiaan. Oleh karenanya, agar tidak menimbulkan pertentangan tentang makna ’bahagia’ dalam konteks ini, maka , saya batasi dalam konteks bahagia secara pemenuhan ’basic need’, sehingga tidak meluas ke makna yang secara harfiah susah diterjemahkan)

Semakin kita bisa melihat dampak positif kegiatan kita lebih dalam, semakin kita berusaha melakukan proses dengan benar sehingga dapat memberikan manfaat bagi proses berikutnya.

Namun, mengapa kita terus melakukan aktivitas-aktivitas yang memberikan dampak yang negatif bagi proses berikutnya? Seringkali kita terjebak pada aktivitas-aktivitas rutin yang merupakan kebiasaan kita, walaupun kita tahu bahwa hal itu salah. Karena hal itu mudah. Karena hal itu sudah jadi kebiasaan. Karena hal itu menyenangkan.

Sesuatu yang menyenangkan tidak selalu baik dan sesuatu yang tidak atau kurang menyenangkan boleh jadi membawa kebaikan bagi kita. Hampir semua kebiasaan kita selalu terbentuk dari hal-hal yang menyenangkan, karena kebiasaan selalu membutuhkan hasrat. Hal ini yang membuat tidak semua kebiasaan kita menghasilkan kebaikan. Tidak ada salahnya kita meninggalkan kebiasaan kita yang menghasilkan dampak negatif. Selain menghindari hasilnya, kita bisa melatih meningkatkan keahlian kita, mempertajam ketrampilan kita sehingga kita mampu menekan proses yang memberikan dampak negatif bagi proses selanjutnya.

Bila Anda menyadari bahwa proses berikutnya adalah customer Anda, maka hasilkanlah yang terbaik untuk proses berikutnya.
Tidak hanya terbatas di dunia kerja, dalam kehidupan sehari-hari pun, Anda dapat menerapkannya. Anda dapat mulai dengan memberikan hal yang terbaik bagi pasangan Anda, anak Anda, tetangga Anda, lingkungan Anda, dan seterusnya. Dan pada saatnya nanti Anda akan merasakan bahwa rantai manfaat itu akan kembali kepada Anda.

Thursday, March 18, 2010

Mengerjakan yang enak atau yang benar?

Mengerjakan yang enak atau yang benar?

"Productivity is never an accident. It is always the result of a commitment to excellence, intelligent planning and focused effort." -- Paul J. Meyer--


Pada suatu ketika Nasrudin Hoja merunduk-runduk di halaman depan rumahnya.
Seorang tetangganya bertanya "sedang apa kau Hoja?". Nasrudin menjawab "aku sedang mencari jarum jahitku". Tetangganya balik bertanya "Kira-kira dimana hilangnya?". "Di dapur" sergah Nasrudin. "Lantas mengapa engkau mencarinya di halaman rumah" tanya tetangganya dengan heran. Nasrudin menjawab "karena di sini lebih terang".

Dari kisah diatas kita bisa menyadari betapa banyak diantara kita yang berharap bisa menyelesaikan sesuatu dengan hanya melakukan hal-hal yang kita sukai saja, hanya karena sesuatu yang benar mengandung sesuatu yang kita tidak suka.

Banyak penyakit ingin peningkatan atau perbaikan tapi tidak mau konsekuensinya. Hanya karena konsekuensinya bukan kesukaan atau kebiasaan kita.

Seorang teman terkena masalah dengan kolesterol, dan bertanya tentang bagaimana menurunkan kadar kolesterolnya. "Cara terbaiknya adalah menghindari makanan berkolesterol tinggi dan olah raga selama 40 menit 2 sampai 3 kali seminggu, kolesterol total akan turun dan kolesterol baik (HDL) akan meningkat".
Seminggu setelah hari itu ternyata dia masih belum memulai program olahraganya, dengan sebuah alasan dia tidak suka olah raga.

Banyak pelajar yang sadar bahwa mereka ingin lulus tapi tidak belajar, karena bermain lebih menyenangkan. Yang paling merebak di negeri kita adalah ingin penghasilan tinggi tanpa kerja keras, hanya kerena bersantai lebih menyenangkan.

Pepatah berbahasa Inggris mengatakan "The cloud has a silver lining. Nothing venture nothing Gain". Peningkatan atau perbaikan bukanlah hasil akhir yang dapat kita peroleh dengan mudah. Perlu persiapan, perlu tindakan yang nyata, perlu evaluasi dan koreksi dan terus-menerus melakukan peningkatan tiada henti.
Kolesterol Anda tidak akan turun dengan tiba-tiba bila Anda tidak menyusun rencana tindakan untuk menurunkannya. Rencana Anda akan tinggal rencana kalau tidak ada tindakan nyata. Tindakan Anda akan menjadi hal yang sia-sia bila Anda tidak tahu apakah tindakan tersebut sudah tepat atau belum, sebab itu Anda perlu mengevaluasi hasil tindakan Anda, apakah hasilnya sesuai dengan yang Anda harapkan atau belum. Bila belum, maka saatnya Anda melakukan tindakan perbaikan.

Plan it, Do it, Check it, Action on it …….. atau dalam bahasa quality-nya adalah PDCA
Proses yang benar yang harus kita lakukan namun seringkali tidak kita lakukan karena “tidak kita sukai”.

Bila Anda hanya melakukan hal-hal yang Anda sukai, dan tidak berusaha untuk mengubahnya, maka mungkin bagi Anda PDCA adalah Please Don’t Change Anything.

Bagaimana?

Berpikir POSITIF

Berpikir Positif

What you focus on with your thought and feeling is what you attract into your experience. (the Secret)


Anda tentu kenal dengan Kolonel Sanders. Kalaupun tidak mengenal beliau secara personal paling tidak Anda mengenal wajahnya yang selalu terpampang di resto cepat saji bermenu utama ayam goreng. Ya, tepat sekali! Beliau adalah pencipta ”original receipe” yang selalu laris manis dikunjungi pelanggan Kentucky Fried Chicken atau KFC.

Sanders adalah seorang kolonel yang telah pensiun, yang mencoba menawarkan resep makanannya dalam bentuk penjualan dengan konsep franchise. Sebelumnya beliau sudah memiliki restoran yang sebelumnya cukup sukses, namun makin lama pelanggan dan omzetnya semakin menurun drastis.

Dalam proses menawarkan resepnya tersebut, banyak sekali penolakan yang dilontarkan kepada Sanders. Penolakan itu terjadi, karena banyak restoran tidak paham dengan konsep baru yang ditawarkan oleh Sanders.
Namun tanpa mengenal putus asa, Sanders terus berjalan sepanjang hampir 250,000 mil untuk tetap menawarkan resepnya, yang dia yakini pasti akan menjadi terkenal. Penolakan demi penolakan tidak membuat luntur semangatnya, bahkan dia semakin yakin bahwa dia akan menemukan sebuah restoran yang cocok dengan resepnya dan menjadikan resepnya terkenal.

Setelah penolakan yang ke 1007 kali, akhirnya tawarannya yang ke 1008 diterima oleh sebuah restoran. Dan sampai kini Anda tentunya telah menikmati resep ”original” dari Sanders di belahan dunia di manapun Anda berada.

Kegagalan dan kesuksesan bergantung pada apa yang kita tanamkan di pikiran kita. Sebagaimana kata Norman Vincent Peale "We Are What We Think....." -- kita akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan.

Bila Anda selalu memikirkan hal-hal yang negatif, maka segala jenis dan hal yang negatif akan datang pada Anda. Sedangkan bila Anda selalu memikirkan hal-hal yang POSITIF, maka segala jenis dan hal yang POSITIF akan datang ke dalam kehidupan Anda.

Berpikir positive dan berkemauan kuat menjadikan KFC sebesar dan seterkenal seperti saat ini dan tersebar di hampir seluruh pelosok dunia.

Jadi, berhati-hatilah dengan apa yang Anda pikirkan.
Karena apa yang Anda pikirkan akan menjadi kenyataan.
Mulailah dari sekarang untuk selalu memikirkan hal yang POSITIF, kesuksesan, serta hal yang Anda inginkan agar semua hal tersebut datang dan menjadi nyata dalam kehidupan Anda.

Berpikir Kreatif, Solusi dari Masalah...

BERPIKIR KREATIF, SOLUSI DARI MASALAH


Seperti dalam sebuah film seri yang ditayangkan tahun 90-an, yang sekarang ditayangkan ulang di stasiun TV berkabel, Mac Giver, seorang biasa yang yang penuh dengan ide-ide kreatif. Dengan idenya yang kreatif, Mac Giver mampu menciptakan peralatan yang canggih untuk melawan musuh atau membebaskan diri. Dimana pun dia berada selalu dapat menggunakan bahan-bahan di sekitarnya untuk menyelesaikan masalahnya. Apakah itu di gudang, di lab, bahkan di terowongan bawah tanah.

Kondisi yang kita hadapi sehari-hari tidak beda dengan yang dialami Mac Gyver, hanya mungkin kondisi ‘kritis’ yang kita alami tidaklah se-ekstrim yang dialami oleh Mac Gyver.

Mulai saat kita berangkat kerja, di perjalanan, mulai mengoperasikan komputer sampai menjelang pulang, pasti kita dihadapkan pada banyak masalah. Sebagian ada yang dapat kita selesaikan. Namun tidak jarang, masalah-masalah tersebut berlalu begitu saja tanpa terselesaikan dan akan muncul kembali keesokan harinya.
Lalu, bagaimana agar kita mampu menemukan solusi dari setiap permasalahan dan tidak membuatnya menjadi masalah yang berlarut-larut? Mencarinya!
Proses pencarian inilah yang disebut sebagai proses berpikir kreatif. Proses berpikir yang akan menghasilkan ide-ide baru yang mungkin saja salah satunya dapat mengatasi masalah.

Ide kreatif menjual teh dalam botol bahkan menjual air putih dalam kemasan, pada permulaannya dipandang sebagai ide yang aneh. Namun, lambat laun ide tersebut menjadi sebuah usaha yang bernilai milyaran rupiah. Saat keberhasilan diraih, orang lain pun meniru usaha tersebut. (nggak heran… :)

Ide untuk minum dengan menggunakan sedotan pun merupakan ide kreatif yang tercipta tidak secara kebetulan, tetapi karena dihadapkan pada usaha penyelesaian masalah.
Konon begini ceritanya …………….

Diceritakan, Nasarudin Hoja, dipanggil oleh Raja untuk menerima tantangan Raja. Seperti biasa, taruhannya adalah 100 kali cambuk bila Hoja tidak dapat memecahkan teka-teki atau pun tantangan yang diberikan oleh Raja. Sebaliknya Hoja akan menerima 100 keping emas bila dapat memecahkannya.
Bertempat di lapangan terbuka, Raja mengundang seluruh rakyatnya untuk menyaksikan ‘pertarungan’ ini.

Pada hari yang telah ditetapkan, rakyat berbondong-bondong menuju lapangan istana tempat ‘pertarungan’ dilaksanakan.
Hoja datang tepat waktu dan menghormat Raja dengan takzim. Dengan berdebar Hoja menunggu tantangan apa kiranya yang harus dia selesaikan.

Tepat di tengah-tengah taman, telah tersedia sebuah meja batu yang di atasnya terdapat sebuah bejana kecil bermulut langsing berisi penuh air.

Perlahan Raja beranjak dari tempat duduknya dan maju untuk menyampaikan tantangan hari ini. Dan, inilah tantangan : Hoja harus dapat meminum air yang ada di dalam bejana, tanpa mengangkat bejana dari atas meja.

Seketika suasana menjadi tegang. Rakyat menantikan apa yang akan dilakukan Hoja. Mereka mulai khawatir, apakah Hoja akan mampu melakukan tantangan Raja, atau Hoja akan didera cambuk 100 kali karena kalah.

Hoja berdiri di tengah lapangan, di samping meja batu tersebut. Tidak nampak ketegangan diwajahnya namun nyata terlihat dia sedang berpikir keras. Mengangkat meja dan membiarkan air mengalir lalu meminumnya adalah hal yang mustahil dia lakukan, karena selain meja batu tersebut sangatlah berat, air yang mengalir akan cepat meresap ke dalam batu sebelum dia sempat meminumnya.
Hoja terdiam sejenak, lalu dengan tenang Hoja melangkah ke pinggir lapangan, berkeliling mencari-cari sesuatu. Hoja berhenti di sebuah pohon yang berdaun lebat. Dia memetik selembar daun yang cukup lebar, dan perlahan kembali ke tengah lapangan membawa daun tersebut. Hoja berjalan mendekati meja batu. Begitu sampai di tepi meja, Hoja menggulung daun yang dia petik tadi sehingga menyerupai tabung kecil, dan dengan yakin dimasukkannya salah satu ujung gulungan tersebut ke dalam bejana dan membiarkan ujung lainnya tetap di luar bejana. Dengan ujung yang tersisa tersebut, Hoja mulai meminum air di dalam bejana dengan menyedotnya.

Tidak perlu menunggu waktu yang lama, air dalam bejana itu pun habis dan tidak setitik air pun menetes di atas meja.

Tak perlu saya lanjutkan lagi ceritanya, Anda pun tahu bahwa akhirnya Hoja memenangkan tantangan tersebut dan berhak atas 100 keping emas.
Apa yang Hoja lakukan terkesan ‘sepele’ karena saat ini kita sudah tidak asing lagi dengan benda yang bernama ‘sedotan’ (straw).

Dan bukanlah hal yang luar biasa bila Anda melihat orang meminum minuman botol dengan menggunakan sedotan. Bahkan minuman dalam gelas pun seringkali diminum dengan menggunakan sedotan. Bahkan mulai berkembang ke arah inovasi lain dengan munculnya bentuk dan ukuran sedotan yang bervariasi.

Terlepas benar atau tidaknya cerita tersebut di atas dalam kaitannya penemuan sedotan, satu hal yang dapat kita pelajari adalah, diperlukan proses berpikir kreatif untuk menyelesaikan suatu masalah selain berpikir analitis.

Disadari atau pun tanpa disadari, terkadang kita sudah melakukan proses berpikir kreatif. Namun tidak semuanya berakhir dengan hasil yang memuaskan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Namun jangan menyerah, orang bijak berkata, kesalahan adalah guru yang terbaik. Tidak ada kesuksesan tanpa adanya kesalahan. Thomas Alpha Edison telah ribuan kali gagal dalam percobaannya. Namun, dengan tekun dan dengan terus melakukan proses berpikir kreatif masalah tersebut dapat diatasi.

Berpikir kreatif, solusi dari masalah!

Monday, March 8, 2010

I LOVE EVERYDAY..!!

I LOVE EVERYDAY!

I don’t like, itu sudah biasa...
But I love Monday, baru luar biasa...

Jadi ingat status teman di FB-nya pas hari Senin, “Monday syndrome : doing nothing without thinking.”

Lucu. Dan kebanyakan orang, memaklumi kondisi tersebut. Hari Senin, seolah dinobatkan sebagai hari ‘paling tidak disukai’. Padahal hari kerja selalu dimulai dari hari Senin. Atau mungkin justru karena hari itu adalah hari pertama kerja, maka sah-sah saja mendaulat Senin sebagai hari yang menyebalkan karena membuat kita harus ‘mikir’ kembali , membuat kita harus bertemu lagi dengan target-target dan tenggat waktunya yang selama 2 hari ‘berhasil’ kita lupakan.

Tapi itulah, kita tidak dapat melewati hari lain tanpa melewati hari Senin terlebih dahulu, bukan?
Jadi, mau tidak mau, terimalah, hari Senin sebagai hari pertama yang mengawali aktivitas kita. Syndrom ini sudah bukan lagi milik satu-dua orang, tetapi sudah meng-global. Bahkan salah satu lagu ‘barat’ menuliskan dalam syair lagunya “Tell me why I don’t like Monday....I don’t like Monday.....I don’t like........”, artinya sudah sebegitu meresapnya hari Senin sebagai hari yang paling tidak disukai tadi.

Didukung lagi dengan kondisi yang ada di sekitar kita bila hari Senin datang, jalanan lebih macet daripada hari-hari lainnya, pekerjaan lebih padat, dan suasana hati lebih cepat terbawa emosi. Kenapa ya? Apa yang salah dengan hari Senin??

Tentu saja tidak ada yang salah dengan si ‘Senin’, yang salah adalah paradigma kita, persepsi kita, pola pikir kita dalam menyikapi hari Senin.

Sebaliknya, mengapa kita begitu menggilai hari Jum’at, sampai-sampai muncul istilah TGIF (Thanks God It’s Friday) yang berlaku global. Di Indonesia sendiri mungkin tidak terlalu berlaku nasional karena tidak semua sekolah atau kantor libur pada hari Sabtu, jadi mereka belum bisa mengatakan “Thanks God It’s Friday” karena besoknya masih harus bergulat dengan pekerjaan rutin mereka.

Bahkan hari Jum’at malam (Friday night) juga dideklarasikan oleh sebagian ABG (anak baru gede = remaja) sebagai hari gaul nasional (menurut istilah mereka). Tidak hanya ABG malah, para profesional muda pun secara sadar ataupun tidak sadar telah menetapkan hari Jum’at sebagai hari bergabung (awas salah baca berkabung). Karena pada hari itu, mereka merasa berhak atas pulang lebih larut karena tidak harus bangun pagi keesokan harinya.
Hari Jum’at juga identik dengan hari “bebas”. Banyak perusahaan yang menerapkan hari Jum’at sebagai hari ‘bebas’ seragam atau bebas kostum. Artinya, karyawan dibebaskan untuk mengenakan pakaian kerja yang ‘lebih santai’ dari biasanya tetapi tetap profesional. Atau menetapkan seragam ‘batik’ pada hari Jum’at, ada yang batiknya seragam, ada juga yang bebas....tetap identik dengan kebebasan.
Sama dengan hari Senin (walaupun berbeda nasib), hari Jum’at juga didukung oleh kondisi di sekitar kita. Selain jalanan yang macet terutama setelah jam kantor reguler (setelah jam 18.00WIB), maka dapat dipastikan, setiap Jum’at malam, tidak ada satu mal pun yang tidak penuh, dipadati oleh mereka yang mau ‘merayakan’ hari Jum’at malam.

Mengapa begitu ya?
Mungkin inilah yang harus kita ubah. Mestinya istilah TGIF berlaku juga untuk hari-hari yang lain. Ada TGIM (Thanks God It’s Monday), TGIT (Thanks God It’s Tuesday), TGIW (Thanks God It’s Wednesday),..............dan seterusnya. Karena setiap hari adalah hari yang patut kita syukuri. Setiap hari adalah hari baru yang selalu penuh berkah Allah bagi kita. Dan Allah telah membagi rizkinya di setiap hari yang ada. Tidak ada yang namanya “hari baik”, karena semua hari adalah baik, di dalam setiap ‘hari’ terkandung berkah Allah, dan setiap ‘hari’ bisa mendatangkan keberhasilan, tidak peduli apakah itu hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu ataupun Minggu.

Jadi, jika siklus hari kerja kita anti klimaks,

Saatnya berubah! Sekarang!

• Bersiap memulai hari sejak dari malam sebelumnya.
• Jika kita sanggup untuk bangun lebih pagi dari biasanya, mari kita lakukan!
• Bangun tidur, sempatkan sejenak untuk berdoa, mensyukuri hidup yang diberikan olehNya hari ini.
• Sarapan yang cukup membantu kita tetap berenergi sampai siang nanti
• Mengawali hari dengan tersenyum
• Apapun yang terjadi dengan hari ini, baik atau buruk, jangan mengeluh. Terima dan nikmati sebisa kita. Yakini bahwa di dalam setiap peristiwa selalu ada hikmahnya.
• Berdoa sebelum memulai aktivitas. Berdoa berarti berserah diri atas apa yang diberikanNya pada hari ini.


I LOVE EVERYDAY!

Karyawan Tetap atau Tetap Karyawan??

KARYAWAN TETAP atau TETAP KARYAWAN?


Bertemu teman lama, kami sempat berbincang tentang kondisi terakhir masing-masing. Dari mulai keluarga, teman-teman yang kami kenal dulu, sampai ke pekerjaan.
Pertanyaan klasik tentunya adalah, “Kerja di mana sekarang?” tanya teman saya. Saya jawab, “Di perusahaan X. Kamu?” Saya balik bertanya. “Saya di bengkel motor” jawab teman saya.
“Haa...??” respon saya dengan penuh kekagetan, bagaimana mungkin, teman saya yang notabene adalah sarjana S1 di bidang ilmu pasti kok jadi nyasar ke bengkel (walaupun saya sendiri sekarang termasuk salah satu yang “nyasar”.
“Bengkel mana” lanjut saya lagi. “Ada Motor”, jawabnya singkat. “Kok bisa?” saya masih belum puas.
“Iya, aku buka usaha sendiri, buka bengkel motor. Memang sih, mungkin nggak nyambung dengan pendidikan, tapi aku kan dari dulu suka otomotif. Jadi, sekalian melakukan hobi, tapi menghasilkan uang. Begitu kan?”

Saya terdiam. Kehabisan kata-kata atau istilah kerennya speechless, nggak nyangka ternyata teman saya ini bukan karyawan lagi, tapi ‘punya’ karyawan alias bos! Dan hebatnya lagi, bos dari perusahaannya sendiri. Meskipun bukan perusahaan yang ngetop, tapi toh tetap perusahaan sendiri, milik sendiri, dikelola sendiri dan menghasilkan untuk diri sendiri dan orang lain. Dan yang paling hebatnya adalah, teman saya ini mampu melakukan hobinya sekaligus melakukan pekerjaannya dan menghasilkan uang!
Ck..ck..ck.. hebat...hebat...!

Bukan bermaksud membandingkan keberuntungan diri sendiri dengan orang lain, tetapi saya mencoba bercermin dari pengalaman teman saya tersebut.
Saya yang dari awal bekerja, mulai dari karyawan project bases, karyawan kontrak yang berharap suatu saat diangkat menjadi karyawan tetap, dan pada saat hari pengangkatan menjadi karyawan tetap itu pun ada, ternyata.....sampai sekarang....saya......tetap karyawan.

Tapi, jangan berani-berani membandingkan diri sendiri dengan orang lain kecuali Anda siap bergerak untuk menjadi yang lebih baik dari diri Anda sekarang, karena bila tidak, maka Anda telah merendahkan diri sendiri.

Saya pun akhirnya tergerak untuk menjadi seperti teman saya itu. Saya mulai mencoba menggali potensi yang ada dalam diri saya yang selama ini mungkin terkungkung di dalam diri karena keterbatasan waktu maupun kesempatan, dan menunggu waktu untuk dieksplor. Saya coba cari dan cari lagi, gali dan gali terus.......
Sampai akhirnya saya bisa menulis seperti ini .....walaupun masih jauh dari sempurna, tapi saya bangga, karena saya mampu menggali potensi saya sekaligus hobi saya dan mempraktekkannya. Kalaupun belum mampu untuk menggerakkan mesin ekonomi saya, paling tidak saya sudah berusaha untuk mulai melepaskan diri menjadi tetap karyawan.....karena saya yakin suatu saat saya akan ‘punya’ karyawan..........

Banyak contoh yang sudah berhasil...............
Pernah nonton acara reality show “Bosan jadi Karyawan”? Lalu, mau jadi apa mereka?
Banyak. Ada yang mau menjadi pengusaha mini market, ada yang mau membuka usaha telekomunikasi (warung telekomunikasi atau warung internet), ada yang mau membuka usaha mini market, ada yang mau buka bengkel, bahkan ada yang mau berjualan burger..............

Intinya adalah ‘MAU’.
Anda bisa menjadi apapun yang Anda inginkan asalkan Anda mau belajar dan berusaha.
Saya yakin, Anda bisa!


Bingung mau mulai dari mana? Jawab dulu pertanyaan ini :
1. Dibidang apa Anda dapat menjadi paling baik, di dunia?
2. Apa yang menggerakkan mesin ekonomi Anda?
3. Apa yang amat Anda minati?

Nah, kalau Anda dapat menjawab ketiga pertanyaan tersebut dalam satu jawaban, maka, itulah saatnya Anda mulai bergerak untuk menjadi diri Anda sendiri yang “HEBAT”.

Ketiga pertanyaan tersebut diatas diistilahkan oleh Jim Collin (penulis buku ‘Good to Great’) sebagai Konsep Landak, dan satu jawaban Anda adalah irisan dari ketiganya.

Bila Anda menghasilkan banyak uang dengan mengerjakan sesuatu yang Anda tidak pernah menjadi yang paling baik, Anda akan SUKSES
Bila Anda menjadi paling baik pada sesuatu tetapi Anda tidak memiliki minat intrinsik atas apa yang Anda lakukan, maka Anda tidak akan pernah tetap berada di puncak.
Bila Anda berminat di suatu bidang, tetapi Anda tidak akan dapat menjadi yang paling baik di bidang tersebut atau tidak memberikan hasil ekonomi yang masuk akal, maka Anda mungkin akan mengalami banyak kegembiraan tetapi tidak membuahkan hasil yang hebat.

Apa Motivasi Anda?

APA MOTIVASI ANDA?

Kalau saya tanyakan kepada Anda, apa motivasi Anda bekerja, pasti saya akan memperoleh jawaban yang beragam, bergantung pada usia Anda, status Anda, apakah single, double atau triple..., pekerjaan Anda sekarang pekerjaan yang ke berapa, dan sebagainya.

Kalau begitu saya akan mulai dari, saat Anda ‘fresh gradute’, pada saat Anda melamar di suatu perusahaan, maka mereka akan bertanya, “Mengapa Anda melamar di perusahaan ini?”
Maka biasanya jawaban Anda sebagai seorang ‘freshgradute’ adalah, “Mencari pengalaman.”
Dan Anda pun diterimalah.....

Setahun, dua tahun, bahkan mungkin tiga tahun, pengalaman sudah Anda peroleh, Anda pun pindah kerja. Saat melamar di perusahaan baru mereka menanyakan lagi, “Mengapa Anda melamar di perusahaan ini?”
Jawaban Anda bukan mencari pengalaman lagi kan? Mungkin kali ini Anda mulai mencari kompensasi yang lebih tinggi. Dan Anda diterima dengan kompensasi seperti yang Anda harapkan.

Setahun, dua tahun, tiga tahun, kemudian, Anda mencari pekerjaan baru lagi. Pertanyaan yang sama diajukan kepada Anda, “Mengapa Anda melamar di perusahaan ini?”
Pasti jawaban Anda bukan lagi kedua jawaban diatas. Mungkin kali ini, Anda mencari karir yang lebih baik, karena di perusahaan sebelumnya posisi Anda selama 3 tahun tidak ada tanda-tanda perubahan.

Mendapat karir yang bagus di perusahaan baru, setahun, dua tahun, tiga atau empat tahun kemudian, Anda mencari pekerjaan baru lagi. Masih pertanyaan sama yang diajukan, “Mengapa Anda melamar di perusahaan ini?”
Apa jabawan Anda kali ini? Mendapat pengalaman sudah, kompensasi yang sesuai sudah, karir sudah, apalagi?

Siklus ini akan terus berlangsung. Dan berdasarkan hasil survey, jawaban atas pertanyaan “Mengapa Anda melamar di perusahaan ini?” pada akhirnya akan memberikan informasi mengenai hal yang paling dicari atau yang paling penting bagi karyawan dalam bekerja, yaitu keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi atau work life/ personal balance, yang berdasarkan hasil survey ada 46.53% responden menyatakan demikian. Faktor lain adalah lingkungan kerja yang menyenangkan atau pleasant working environment, yang dinyatakan oleh 30.09% responden. (hasil survey Hay Consultant tahun 2005).

Lebih jauh dalam survey tersebut juga disampaikan, bahwa 89.35% responden menyatakan setuju atas pernyataan, “Saya yakin bahwa kontribusi saya dihargai oleh atasan saya”.
dan 78.47% responen setuju dengan pernyataan “Saya menunggu waktu dimana pekerjaan saya diakui dan memperoleh pengakuan.”

Artinya, akan sampai di suatu titik dimana Anda tidak lagi mencari bentuk tangible dari suatu pekerjaan, tetapi lebih kepada hal yang bersifat ‘sesuatu yang Anda rasakan’. Yang lebih bernilai dari sekedar kompensasi atau karir.
Contoh kecil misalnya, Anda yang terbiasa mempunyai hari kerja Senin sampai Jum’at, akan berpikir dua kali untuk menerima tawaran kerja baru dengan hari kerja Senin sampai Sabtu, karena Anda sudah terbiasa menikmati keseimbangan hidup Anda dengan meluangkan waktu hari Sabtu untuk keluarga, dan itu akan mempengaruhi pola hidup Anda, baik secara profesional maupun personal.

Jika Anda seorang karyawan, apapun motivasi Anda, pilihlah yang terbaik bagi Anda. Jangan mudah tergiur oleh hal-hal yang bersifat tangible, karena saya yakin motivasi tersebut tidak akan bertahan lama. Jika ‘tangible’ benefit yang Anda kejar, maka petualangan mencari kerja Anda tidak akan pernah berakhir. Saya tidak bermaksud menyamaratakan motivasi Anda dengan pencari kerja lainnya. Semua bergantung pada orientasi dan tujuan hidup Anda masing-masing tentunya. Namun saya yakin, tujuan Anda suatu saat akan bermuara pada faktor-faktor yang bersifat intangible tersebut.

Jika Anda seorang pemimpin, maka pastikanlah bahwa Anda adalah orang pertama yang memberi selamat kepada anak buah Anda atas prestasi mereka. Pertahankan mereka dan jangan biarkan mereka berpindah ke lain hati hanya karena tidak mendapatkan perhatian dan penghargaan dari Anda. Dan kalaupun akhirnya mereka pindah kerja, pastikan bahwa itu bukan karena Anda, ‘bos’nya...

Jika Anda seorang pimpinan puncak suatu organisasi (baca: perusahaan), maka pastikanlah organisasi Anda memiliki sistem penghargaan yang terstruktur yang mampu menilai kontribusi karyawan sesuai tingkatannya, dan pastikan Anda dan tim manajemen Anda mampu menciptakan iklim organisasi yang mendukung terciptanya lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan bagi karyawan Anda di semua tingkatan.