Friday, August 27, 2010

Do what you love, Love what you do

NETWorking
Do what you love, Love what you do

Networking seringkali didefinisikan sebagai dua atau lebih orang atau grup yang yang terhubung secara bersama dengan kemampuan berkomunikasi antara satu dengan lainnya.
Atau networking secara sederhana dapat didefinisikan pula sebagai interaksi informal dengan orang lain yang memiliki minat yang sama yang dapat memberikan keuntungan bagi kebutuhan bisnis maupun pribadi.

Saya sendiri mendefinisikan NETWorking sebagai :

No excuses
Enthusiasm
Trust
Working hard

No excuses
Pernahkah Anda berpikir mengapa seseorang bisa menjadi kaya? Menjadi pintar? Menjadi terkenal? Menjadi berhasil? Sementara Anda tidak?
1. Apakah keberhasilan yang mereka capai membuat Anda tergugah dan berusaha lari mengejar ketertinggalan Anda?
2. Atau Anda mulai mencari tahu apa yang membuat mereka menjadi berhasil?
3. Atau Anda mulai mencari kelemahan-kelemahan mereka?

Jika hal pertama yang Anda lakukan, maka Anda sudah mulai berpikir positif dan berusaha tetap positif pada diri Anda. Hal ini akan membuat Anda belajar dan bekerja lebih keras untuk bisa sama atau bahkan melebihi keberhasilan orang-orang tersebut. Bahkan ekstrimnya mungkin saja Anda mengatakan, “Sama-sama makan nasi, masa dia bisa berhasil/ sukses, saya enggak. Saya pasti bisa berhasil juga.”

Jika hal kedua yang Anda lakukan, ada dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama, Anda akan mencari hal-hal positif yang membuat mereka berhasil, misalnya orang-orang ini berhasil karena mereka selalu membangun hubungan baik dengan siapapun, memiliki energi yang luar biasa untuk terus belajar, menggunakan setiap kesempatan yang datang kepadanya dengan baik, dan hal-hal positif lainnya yang pada akhirnya akan memicu Anda untuk menjadi seperti mereka.
Kemungkinan kedua, Anda akan melihat dari kacamata yang lain, misalnya mereka berhasil karena orang tuanya pejabat, sehingga mudah memperoleh ijin, mereka berhasil karena mampu membayar siapapun untuk melakukan apapun, mereka terkenal karena memiliki hubungan baik dengan pers yang dapat dengan mudah mereka pergunakan untuk mempublikasikan mereka, dan faktor-faktor ‘keberuntungan’ lain yang Anda sikapi secara negatif yang pada akhirnya akan menciutkan Anda untuk mengejar keberhasilan.

Nah, jika hal ketiga yang Anda lakukan, mungkin Anda akan mulai berpikir bahwa mereka memang terkenal, tetapi hidup mereka tidak tenang karena selalu dikejar-kejar wartawan, mereka memang berhasil tetapi tidak dapat menikmati hidup sepenuhnya karena harus bekerja sepanjang hari, mereka memang kaya-raya tetapi kehidupan keluarga mereka tidak bahagia, dan pernyataan-pernyataan yang membenarkan kondisi Anda saat ini.

Jika hal kedua dan ketiga yang Anda lakukan, maka “Excuses”-lah yang ada dalam kamus kehidupan Anda. Singkirkan! Dan bergeraklah mulai dari sekarang untuk melakukan hal yang pertama. Pecut diri Anda, jangan salahkan keadaan atau orang lain.

Enthusiasm
Antusiasisme akan membuat Anda bersemangat. Sama seperti senyum ataupun menguap (jika mengantuk), maka antusiasme juga menular. Bila Anda antusias, maka orang yang Anda ajak berinteraksi pun ikut antusias, bersemangat.
Namun jangan berkecil hati apabila ternyata orang lain tidak melihat sisi antusiasme Anda. Sangat mungkin bahwa mereka punya pemikiran berbeda atas energi Anda. Jangan khawatir, apapun pemikiran mereka, hal penting yang perlu Anda sadari adalah mencoba memahami sudut pandang mereka bila mereka memiliki perspektif yang berbeda.
Walaupun demikian, jangan simpan energi dan antusiasme Anda, tularkan kepada setiap orang untuk menemukan ide-ide cemerlang.

Trust
Trust and integrity adalah kata kunci dari kepercayaan. Jika ingin menjadi orang yang dipercaya, Anda harus siap membangun citra dalam berhubungan baik dengan semua pihak, atasan, bawahan dan rekan sejawat Anda. Anda harus meyakinkan mereka bahwa Anda sanggup dan dapat dipercaya.

Trust sangat penting dalam sebuah hubungan. Anda tidak dapat mempengaruhi orang lain tanpa orang lain percaya kepada Anda. Hubungan yang baik didasari pada saling percaya dan saling menghargai antara satu individu dengan yang lain. Memang tidak mudah untuk melakukannya, namun dengan sedikit fleksibilitas dan beradaptasi pada kebutuhan individu akan sangat membantu Anda dalam membangun sebuah kepercayaan.

Jika orang lain mempercayai Anda, mereka akan lebih terbuka untuk berinteraksi dengan Anda. Seperti berjalan di atas spiral, demikian pula dalam membangun trust. Setiap lengkungan dalam spiral ibarat perubahan dan setiap perubahan dan tantangan yang dapat Anda lewati akan meningkatkan tingkat kepercayaan mereka kepada Anda. Sebaliknya bila Anda melanggar kepercayaan yang telah mereka berikan, spiral kepercayaan akan meluncur ke bawah dan Anda akan kehilangan kepercayaan.

Working hard
Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada melakukan apa yang kita sukai sebagai pekerjaan kita.Seperti yang tertulis dalam kata-kata bijak, Do what you love. Namun bila Anda belum seberuntung itu, maka Love what you do.

Bila Anda belum menemukan pekerjaan yang Anda cintai, maka cintailah pekerjaan Anda sekarang. Rasa mencintai pekerjaan akan memberikan efek positif pada hasil.
Tentukan motivasi kerja Anda. Ada orang yang bekerja untuk uang, ada yang bekerja untuk aktualisai diri, ada juga yang bekerja sekedar mengisi waktu luang. Namun seorang pekerja sipirtual akan lebih mengedepankan bekerja sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Tuhan. Oleh karenanya dia mampu mencintai pekerjaannya karena dia tahu tujuan dari bekerja adalah Tuhan.

Tidak mudah memang untuk menjaga kecintaan Anda pada pekerjaan kita. Ada kalanya rasa cinta itu memudar. Jangan patah semangat, temukan kembali hal yang mampu mendorong Anda untuk tetap semangat. Motivasi diri Anda sendiri dan bekerja keraslah untuk mempertahankannya. Bekerja keraslah untuk selalu mencintai pekerjaan Anda.

Kehidupan bukanlah sesuatu yang statis. Dia senantiasa bergerak dinamis. Tidak semua hal berjalan sesuai dengan keinginan, namun Anda dapat mencoba untuk mengubah apa yang bisa Anda ubah, dan tetap sabar menerima apa yang tidak dapat diubah.
Jangan biarkan sedikitpun perubahan-perubahan di luar Anda melunturkan cinta Anda pada pekerjaan Anda, meluluhkan energi Anda pada kerja keras Anda.

Jadi teruslah :
1. Berpikir Positif tanpa “excuses”
2. Antusias
3. Percaya dan dapat dipercaya
4. Bekerja keras dan menyenangi pekerjaan Anda


Salam,
Oktira Kirana
http://okirana.blogspot.com/


Friday, August 20, 2010

Kasih Sayangku seperti Garam

KASIH SAYANGKU seperti GARAM

Tersebutlah suatu kerajaan yang makmur dan kaya raya yang dipimpin oleh seorang Raja yang gagah perkasa. Raja tersebut memiliki 3 orang putri yang cantik-cantik. Putri sulung bernama Asoka, putri tengah bernama Bestari dan putri bungsu bernama Caraka. Ketiga putri raja tersebut selain cantik dan lembut, mereka juga menyayangi ayahanda Raja.

Namun demikian, Raja belum cukup puas bila tidak mendengar sendiri seberapa besar kasih sayang ketiga putrinya terhadap dirinya. Maka, pada suatu hari dipanggillah ketiga putrinya untuk menghadap.
“Putri-putriku, tidak ada keraguan dalam hati Ayahanda akan kasih sayang kalian terhadap Ayahanda. Namun, Ayahanda ingin mendengar langsung dari kalian, seberapa besar kasih saying kalian terhadap Ayahanda.” Demikian Baginda Raja mengawali percakapannya dengan para putrinya.

Putri Asoka menjawab dengan penuh kelembutan, “Ayahanda, kasih sayang ananda kepada Ayahanda seperti luasnya samudra dan bentangan langit.
Baginda tersenyum bahagia mendengar penuturan sang putri sulung, sambil berkata, “Terima kasih putriku, besar sekali kasih sayangmu.”

Putri Bestari pun segera berkata, “Kasih sayang ananda kepada Ayahanda bak intan permata yang berkilau.”
Senyum Baginda Raja semakin lebar mendengar penuturan sang putrid Bestari.
Tibalah saatnya bagi putri bungsu, Caraka untuk mengungkapkan rasa kasih sayangnya kepada Ayahandanya.

Perlahan, putri Caraka berkata, “Kasih sayang ananda kepada Ayahanda seperti ananda membutuhkan garam, yang……….”
Mendengar penuturan putri Caraka, wajah Baginda Raja langsung berubah memerah dan sebelum putri Caraka menyelesaiakn kalimatnya, serta merta menyahut dengan tegas, “Kasih sayangmu hanya seperti garam? Sungguh kau putri yang tidak tahu menghormati orang tua. Pengawal, bawa putri Caraka keluar dari istana, dia tidak pantas berada di sini, karena menyayangi Ayahandanya tidak lebih dari dia menyayangi garam. Asingkan dia, dan jangan pernah bawa dia kembai ke istana.”

Demikianlah, akhirnya sang putri Caraka dibawa oleh pengawal keluar istana dan dibuang ke hutan.

Putri Caraka sedih dengan perlakuan Ayahandanya, namun dia memaafkan Ayahandanya. Haripun mulai gelap, perlahan dia melangkah menyusuri hutan. Di kejauhan tampak sebuah gubuk dengan pelita yang redup. Putri Caraka pun menghampiri gubuk tersebut yang ternyata dihuni oleh seorang ibu tua yang tinggal seorang diri. Ibu tua itu mempersilakan Putri Caraka masuk ke dalam gubuknya tanpa pernah tahu bahwa putri cantik di hadapannya adalah seorang putri raja. Putri Caraka prihatin melihat kondisi Ibu tua itu yang hidup miskin. Ternyata di kerajaan yang kaya raya yang dipimpin oleh Ayahandanya itu, masih terdapat rakyat yang hidup miskin seperti ibu tua itu.
Setelah membersihkan diri, Ibu tua itupun mempersilakan putri untuk menikmati hidangan makan malam yang hanya ada nasi dan berlauk garam. Namun karena lapar yang amat sangat, Putri Caraka pun makan dengan lahap meskipun hanya makan nasi berlauk garam. Nasi panas yang mengepul dan taburan garam ternyata rasanya nikmat sekali dan mampu menghilangkan rasa lapar sang Putri.
Putri pun teringat akan Ayahandanya dan keberadaannya di hutan itu, yaitu karena garam.

Singkat cerita, putri pun tinggal selama bertahun-tahun dengan si Ibu tua, dan sehari-hari makanan mereka adalah nasi dan garam.
Tahun pun berlalu. Suatu petang, Putri Caraka dan Ibu tua melihat iring-iringan pengawal kerajaan yang ternyata sedang mengawal Raja yang sedang berburu dan tak terasa hari beranjak petang. Raja dan pengawalnya pun meminta ijin Ibu tua untuk beristirahat sejenak di gubuknya. Tentu saja Ibu tua mengijinkannya dengan senang hati.

Tak ada yang dapat dia sajikan untuk sang Raja kecuali hidangan yang sama yaitu nasi putih dan garam. Namun, sebelum sempat Ibu tua itu menyajikan, Putri Caraka berkata, “Ibu biar saya saja yang menghidangkan.” Pada saat itulah sang Putri menyimpan garam yang selayaknya dia hidangkan bersama dengan nasi untuk sang Raja dan para pengawalnya.
Raja pun mendapat hidangan nasi putih yang masih panas mengepul. Tak ada hal lain yang dapat Raja lakukan selain melahap nasi putih yang dihidangkan, namun karena hanya nasi putih, tentu saja tidak ada rasanya. Tanpa sadar, Raja pun menggumam, “Coba kalau ada sedikit garam, nasi putih panas ini pasti akan menjadi sangat nikmat.”
Putri Caraka mendengar gumaman Raja dan berkata, “Memang, garam sesungguhnya benda kecil yang sederhana, namun sangat berharga, karena dia memberikan rasa, dan menghilangkan hambar. Dia akan mudah dirasakan kalau lidah kita peka. Seperti sebuah kasih sayang, kadang terdengar kecil dan sederhana dan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang peka.”

Sang raja pun terkesiap mendengar perkataan sang Putri, dia baru menyadari bahwa putri yang berada di hadapannya adalah putrinya yang dulu dia usir karena menyatakan bahwa kasih sayangnya kepada dirinya seperti garam. Dan kini dia baru menyadari bahwa ternyata garam, benda kecil sederhana, namun sangat dia butuhkan.
Dengan penuh haru, Raja pun memeluk putrinya dan meminta maaf atas kesalahannya serta meminta putrinya kembali ke istana.
Dan sebagai ungkapan terima kasih kepada Ibu tua yang telah merawat putrinya selama bertahun-tahun, Raja pun mengajak Ibu tua untuk tinggal di istana.

Demikianlah, akhirnya Raja beserta ketiga purtinya hidup bersama kembali dan bahagia.

===================================

Tidak harus dengan hal besar untuk menyatakan kasih sayangmu pada seseorang, apakah itu orang tua, saudara, teman atau kepada sesama.

Selama langit masih terbentang, maka laut akan terus berada di bawahnya Dan jika laut luas tidak berbatas, maka begitu pula jumlah garam yang terkandung di dalamnya.
Selama matahari masih bersinar, maka kilauan cahaya laut dan tumpukan garam di sepanjang pantai melebihi kilau permata yang akan memancar ke seluruh penjuru dunia, dimana laut berada.
Seperti garam, kasih sayang Putri Caraka melebihi langit yang terbentang, laut yang luas dan kilauan permata, namun tetap sederhana dan tidak berlebihan, karena semua itu datangnya dari dalam hati. Dengan mengecap rasa garam, maka kita akan mengingat betapa Tuhan menciptakan laut untuk kita manfaatkan, betapa Tuhan menciptakan matahari untuk mengeringkannya, dan Tuhan menciptakan kita untuk menikmatinya dengan rasa syukur….

Have a nice weekend!

Salam,
Oktira Kirana

Thursday, August 19, 2010

Ketika Pak Jalal Tidak Takut Miskin

KETIKA PAK JALAL TIDAK TAKUT MISKIN

Menyaksikan sinetron Para Pencari Tuhan 4 (PPT4) memang berbeda dengan sinetron yang lain. Setidaknya itu pendapat saya pribadi.
Sahur ditemani sinetron PPT4 cukup menghibur dan banyak insight.
Tokoh-tokohnya terkesan begitu nyata, bagaimana digambarkan seorang yang miskin tapi sombong seperti Azrul, seorang yang tidak berpengetahuan tetapi sok tahu yang digambarkan dalam sosok udin, seorang pemuka agama yang mencari ketenaran dibalik seruannya yang diperankan oleh Akri, orang-orang yang ingin kembali ke jalan yang benar namun banyak godaan yang dihadapi, seperti yang digambarkan oleh 3 anggota kelompok komedi Bajaj. Masih ada lagi, sosok bang Jack yang baik namun seringkali salah melangkah, sosok pengurus kampung yang seringkali menggunakan ‘kepengurusannya’ untuk kepentingan pribadi, serta tokoh pak Jalal, yang digambarkan sebagai orang kaya yang sebenarnya murah hati namun kadang ria’ dalam bersedekah.

Melihat tokoh-tokoh itu dimainkan, rasanya benar-benar ada bila kita kembalikan ke dunia nyata. Yang pasti, dalam sinetron ini tidak ditayangkan seorang yang sangat kaya raya, atau sebaliknya sangat miskin papa. Juga tidak ditayangkan seorang yang jahat, yang tertawa terbahak-bahak setelah melakukan kejahatan sebagaimana yang sering kita saksikan di sinetron pada umumnya, tidak ditayangkan pula seorang yang baik hati, suci tanpa pernah berbuat salah sedikit pun. Benar-benar hampir nyata. Setiap orang pasti memiliki sisi baik dan sisi buruk. Tinggal bagaimana orang tersebut mengelola sisi buruknya mengarah menjadi kebaikan dan terus mempertahankan sisi baiknya.

Saya bukan bermaksud membuat resensi atau rekomendasi untuk menonton sinetron ini. Namun saya akan menyoroti salah satu episode yang menggambarkan bagaimana seorang Pak Jalal yang notabene adalah orang terkaya di kampung tersebut, berikhlas hati melepas semua kekayaannya demi terhindar dari fitnah duniawi, salah satunya adalah dengan melunasi hutang-hutangnya tanpa rasa khawatir bahwa hartanya akan tak bersisa bila hal itu dia lakukan dan akan jatuh miskin.

Digambarkan di sinetron tersebut bagaimana penolakan dari keluarga yang menganggap harta mereka adalah hak mereka, dan mereka takut jatuh miskin. Namun, tak sedikitpun ada keraguan dalam diri Pak Jalal untuk meneruskan niatnya. Tentunya dengan tetap berpikir rasional bahwa tanggung jawabnya terhadap keluarga tetap ada.
Diceritakan pula bagaimana proses pelunasan hutang-hutangnya dan Pak Jalal pun pulang berjalan kaki, karena mobilnya termasuk yang harus dia relakan. Sedihkan pak Jalal? Tidak.
Pada saat berjalan kaki pulang, dia pun bergumam, “Sudah lama saya tidak jalan kaki.” sambil terus berjalan pulang. (Seberapa sering kita berjalan kaki akhir-akhir ini?)

Mari kita bercermin,
Kalau kita di posisi Pak Jalal, akankah kita melakukan hal yang sama dengan apa yang dia lakukan?
Saya kok pesimis ya. Jangankan melunasi hutang-hutang, yang terjadi malah berhutang lagi dan lagi.
Coba kita tengok dompet kita, berapa kartu ‘hutang’ yang kita miliki, yang menjadi kebanggaan kita pada saat membuka dompet, karena kartu-kartu emas itu menyembul di sela-sela dompet kita, yang (menurut dunia konsumerisme) hal ini menunjukkan betapa ‘pentingnya’ kita di mata para pemberi hutang.
Bahkan begitu pentingnya kita, sampai-sampai produsen dompet pun menciptakan dompet khusus untuk menyimpan kartu-kartu itu sehingga dompet uang kita tidak ‘kegendutan’.

Coba tengok lagi di jalanan, berapa banyak mobil baru yang beredar, tidak hanya mobil ‘murah’ tetapi juga mobil mewah bertebaran, bahkan sehari setelah kita lihat iklannya di media, esoknya kita sudah bisa lihat para penggunanya di jalanan. Saya yakin, tidak semuanya membeli dengan cash, sebagian besar malah dengan cara berhutang (kredit). Apalagi dengan tersedianya ‘kemudahan’ untuk berhutang yang ditawarkan oleh para pemberi hutang.
(Bahkan seorang teman saya sampai mengeluh karena menerima pesan pendek yang masuk melalui ponselnya di tengah malam buta, yang ternyata hanya untuk menawarkan pinjaman. Sungguh luar biasa! Siang malam kita dikerumuni dengan berbagai tawaran yang terkadang mengaburkan mata dan hati kita.

Akan tetapi semua berpulang kepada kita, seberapa kuat kita menahan diri dari semua godaan itu. Seberapa sering kita menimbang fokus aktivitas kita antara untuk kepentingan dunia dan kepentingan ‘hari nanti’. Seberapa ikhlas kita melepas sebagian harta kita, baik yang memang diwajibkan maupun yang kita relakan tanpa takut miskin.

Banyak contoh yang bisa saya lihat seorang miskin yang sabar karena tak berharta, namun sulit saya temukan contoh seorang kaya yang bersabar akan hartanya.

(Semoga kita termasuk orang kaya yang sabar…amiiin…)


Salam,
Oktira Kirana

Monday, August 16, 2010

Transformation

TRANSFORMATION


Pernah nonton film Transformer? Bagaimana, seru?

Apanya yang bikin seru??


Apakah saat mobil-mobil keren itu berubah menjadi robot-robot canggih dan tangguh seperti si ‘optimus prime’ atau ‘bumble-bee’, sehingga mampu memenangkan pertarungan?


Kira-kira begitulah....


No success is ever defined without self-transformation

Anda tidak akan berhasil jika Anda tidak mengubah diri Anda menjadi lebih baik.


Transform, secara kamus artinya adalah membuat seseorang atau sesuatu menjadi berbeda dan (biasanya) menjadi lebih baik, lebih menarik atau mudah digunakan.

Jadi, men-transform diri sendiri adalah memberikan nilai tambah kepada diri sendiri dan mengubah diri sendiri ke arah yang lebih baik.


Banyak tahapan yang harus dilakukan untuk melakukan transformasi. Namun yang paling penting dan yang pertama-tama harus dilakukan adalah mentransformasi pikiran kita. Pikiran kita adalah mesin penggerak setiap tindakan kita.

Apa yang kita pikirkan, itulah yang biasanya kita lakukan. Oleh karena itu, kita harus yakin bahwa kita memiliki pemikiran yang benar.


Perubahan kupu-kupu dari ulat adalah analog yang tepat proses transformasi.

Perubahan dari telur menjadi larva, dari larva menjadi pupa, sebelum akhirnya menjadi kupu-kupu dengan sayap warna warni yang indah.


Demikian juga self-transformation, perlu tahapan, perjuangan dan penuh tantangan.


Transformasi identik dengan perubahan. Dalam perubahan diperlukan energy dan waktu untuk membuatnya terjadi. Bahkan keharusan untuk meninggalkan zona nyaman (comfort zone), yang berarti harus meninggalkan cara berpikir dan bertindak yang tidak produktif. Perubahan biasanya terjadi karena dorongan dari luar.


Sedangkan transformasi akan terjadi kalau kita benar-benar menginginkannya terjadi. Memahami kondisi kita saat ini, dan mengetahui apa yang kita inginkan, adalah tahap awal untuk melakukan transformasi sebelum bertindak ke tahap yang lebih penting, yaitu komitmen.


Lebih dari itu, untuk bertransformasi, diperlukan usaha ekstra dan kegigihan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang muncul, karena bertransformasi bukanlah hal yang mudah. Namun, hal-hal tersebut tidaklah perlu dikhawatirkan karena tantangan yang dihadapi akan membuat kita semakin kuat dan semakin dekat menghantarkan kita ke tujuan perjalanan transformasi kita.


Kalau kata Bon Jovi (seorang penyanyi rock dari manca negara) dalam salah satu lagunya

Snake bite is not my enemy, but it teach me how to fight


Kalau kita menemui hambatan, terjatuh dan bahkan terluka, bukan membuat kita berhenti, justru membuat kita belajar bagaimana menghadapi hambatan, agar tidak terjatuh dan terluka lagi. Dan semua itu diperlukan dorongan dari dalam diri sendiri.


Siapapun anda, apapun pekerjaan/ peran tugas anda, Anda dapat membuat “Transformasi” itu terjadi. Anda bahkan dapat menyaksikan diri anda bertransformasi, hal yang selama ini tidak terbayangkan oleh Anda.


Tentukan keputusannya sekarang!


Bila Anda merasa belum menggunakan sepenuhnya potensi Anda, sekaranglah saatnya...

Bila Anda belum melakukan sesuatu hal pun dalam hidup Anda, sekaranglah saatnya mengubah masa depan Anda...

Bila Anda belum tahu bagaimana memulainya, temukan seseorang yang Anda percayai telah melakukan sesuatu yang luar biasa dalam hidupnya... dan mintalah bantuannya...


Anda akan sukses bertransformasi kalau Anda benar-benar menginginkannya!


Salam,

Oktira Kirana

Friday, August 6, 2010

'Stuntman' is my middle name ...

‘STUNTMAN’ IS MY MIDDLE NAME …

Apa yang terbayang oleh Anda saat mendengar kata ‘stuntman’?
Ya, ‘stuntman’ atau pemeran pengganti atau ‘substitute’?
Kesan pertama yang tertangkap pastilah pengisi atau pelengkap yang kurang. Memang terkesan sedikit negatif, namun begitulah paradigma yang selama ini terpatri pada pikiran kita.

Perhatikan saja iklan-iklan film yang dengan bangga mengatakan “tanpa pemeran pengganti”, artinya, pemeran pengganti itu tidak penting, bila pemeran utama berani, kompeten. Mereka bangga karena untuk adegan-adegan penting, tidak ada pemeran pengganti. Contoh saja seperti bintang film Jacky Chan yang selalu mengatakan bahwa dalam semua filmnya tidak pernah menggunakan ‘stuntman’ alias pemeran pengganti tadi.

Namun, terlepas dari makna yang terkandung di dalam kata ‘stuntman’ itu sendiri, menurut saya, menjadi ‘stuntman’ dapat menjadi hal yang positif kalau disikapi dengan positif.

Saya jadi teringat pernyataan yang pernah dilontarkan oleh salah seorang public figure saat saya mengikuti sebuah seminar “…tidak perlu menjadi nomer satu untuk berkarya…”

Saya setuju sekali dengan pernyataan tersebut. Dan kenyataannya pernyataan tersebut terbukti, paling tidak versi saya sesuai pengalaman pribadi. Itu sebabnya saya tidak berkebaratan saat saya harus berperan sebagai seorang ‘stuntman’, karena sebagai ‘stuntman’ saya bisa berperan menjadi apa saja.

Saat mereka memerlukan peran dokter, maka saya bisa berperan sebagai dokter dengan baik, saat mereka memerlukan peran penasihat, saya bisa berperan sebagai seorang penasihat, saat mereka memerlukan peran pendengar, saya bisa berperan menjadi seorang pendengar, bahkan saat mereka hanya memerlukan peran pendamping, saya pun bisa berperan menjadi pendamping yang baik.

Melihat kemampuan aneka ragam yang harus dimiliki, maka jangan salah bila seorang ‘stuntman’ haruslah seorang yang serba bisa. Kalaupun belum serba bisa, maka dia haruslah seorang yang “siap” untuk dibentuk menjadi ‘serba bisa’. Karena seringkali banyak hal yang harus dia dipelajari dalam waktu singkat sebelum dipraktekkan.
Stuntman’ pun perlu training. Kecuali Anda ingin ‘stuntman’ Anda benar-benar ‘terjun bebas tidak pakai payung’ alias modal nekad.

Lalu apa yang saya peroleh dengan menjadi ‘stuntman’ tadi?
Banyak. Dari hal yang saya tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari yang tadinya tidak memahami menjadi paham, bahkan dari hal yang tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya, bisa menjadi inspirasi bagi saya. Hebat kan?
Semua kembali kepada diri kita, mau belajar dari hal kecil atau mau mengecilkan hal yang bisa kita pelajari.

Kembali ke pernyataan di atas tadi, maka tidak ada salahnya menjadi orang nomer 2. Diakui atau tidak, toh orang kedua selalu diperlukan. Perhatikan saja, di setiap kepengurusan selalu ada wakil ketua. Dan aturan mainnya pun jelas, bahwa bila ketua berhalangan, maka wakil ketua akan menggantikan atau meneruskan jalannya organisasi.

Dalam hal kompetisi, maka menjadi orang ke-2 sama juga dengan menyemangati orang lain. Kok bisa?
Kalau tidak ada orang nomer 2, maka orang nomor satu tidak akan pernah merasa terancam, karena dia yakin, dialah satu-satunya orang yang akan selalu menjadi nomer satu. Beda dengan kalau dia tahu bahwa ada orang nomer 2 yang setiap saat siap menggesernya dari kedudukan nomer satu, mau tak mau, dia dipaksa untuk terus berusaha lebih baik lagi dan lebih baik lagi kalau tidak mau digeser … :) Sepertinya hal ini berlaku juga dalam bisnis.

Sama dengan orang kedua, maka ‘stuntman’ adalah orang nomer 2 yang kehadirannya dibutuhkan, entah itu sebagai pemeran pengganti, pendamping atau penyemangat.

Jadi, kalau Anda merasa menjadi ‘stuntman’ jangan berkecil hati. Mariah Carey dulunya juga backing vocalist-nya Whitney Houston, tapi sekarang dia lebih bersinar. Jadi bukan tidak mungkin kalau Anda yang sekarang ‘stuntman’ akan lebih bersinar dari pemeran utama yang sekarang Anda gantikan atau dampingi. Time will tell!

Salam,
Oktira Kirana

Thursday, August 5, 2010

Ikhlas Memberi dan Menerima

IKHLAS MEMBERI DAN MENERIMA

Sedekahkan hartamu dengan penuh keikhlasan.
Memberilah dengan ikhlas tanpa menginginkan balasan.
Membantulah dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan.

Sudahkan semua itu mampu kita lakukan? Bila sudah, syukurlah. Saatnya kita berbalik dan melihat diri kita di posisi orang kedua, yaitu orang yang diberi, orang yang dibantu. Sudah ikhlaskah kita menerima semua pemberian dan bantuan itu?

Ikhlas, tidak cukup hanya pada saat kita memberi.
Tidak cukup berhenti hanya pada belajar ikhlas dalam memberi, namun juga belajar ikhlas dalam menerima.

Tanpa sadar terkadang kita tidak ikhlas dalam menerima pemberian atau bantuan dari orang lain. Entahlah, bisa jadi karena kita merasa mampu, atau kita merasa malu untuk diberi dan dibantu.

Contohnya, dalam hal pekerjaan. Pada saat kita mengalami kesulitan, pernahkah kita dengan ikhlas hati meminta bantuan? Atau bahkan pada saat teman menawarkan bantuan (yang sebenarnya memang kita butuhkan), ikhlaskah kita menerima bantuannya?
Kebanyakan dari kita akan menahan diri untuk tidak meminta atau menerima bantuan, dengan berbagai pertimbangan. Ada yang merasa belum waktunya, ada yang mengatakan “saya mampu kok”, ada juga yang karena gengsi kalau harus menerima bantuan/ pertolongan. Alasan-alasan tersebut sah-sah saja karena semua kembali kepada diri kita apakah kita sudah siap hati atau ikhlas dalam menerima bantuan orang lain yang sebenarnya memang kita perlukan.

Contoh lain, dalam keseharian kadang-kadang kita membalas pujian dengan ketidakikhlasan;
Misalnya seseorang berkata kepada kita :
"Wah, hari ini kamu kelihatan cantik".

Apa biasanya respon kita? Macam-macam, misalnya seperti :
"Memang biasanya enggak?", atau
"Ngeledek...", atau
“Kelihatannya? Berarti sebenarnya enggak dong…” atau
"Mau minta tolong apa sih, pakai memuji-muji segala", atau lainnya lagi

Jadi, ada benarnya apa yang dikatakan orang bijak, bahwa kita adalah yang kita pikirkan.
Bila kita menganggap orang lain memiliki maksud kurang baik pada saat memuji kita, maka itulah yang kita maksudkna saat kita memuji orang lain.
Bila kita berpikir bahwa orang lain memberi atau menolong kita karena ada maksud dibalik pemberian atau pertolongannya, maka sebenarnya seperti itulah yang kita pikirkan pada saat kita memberi atau menolong lain.

Ternyata, tidak hanya pada saat memberi yang butuh keikhlasan, tetapi menerima pun perlu keihklasan. Bila kita sudah mampu ikhlas dalam memberi, kini saatnya belajar ikhlas dalam menerima.

Salam.
Oktira Kirana