Friday, December 9, 2011

PENCITRAAN PEREMPUAN, ISTRI, IBU - Prihatin


PENCITRAAN PEREMPUAN, ISTRI, IBU - Prihatin

Tak perlu menunggu hari Ibu untuk mulai prihatin dengan pencitraan perempuan, istri, ibu oleh media iklan.
Waktu 2 jam, 2 kali sehari, 5 hari seminggu cukup rasanya bagi saya menyimak dan menyerap beberapa iklan yg diperdengarkan di radio sepanjang perjalanan berangkat dan pulang kantor.

Dan cukup dalam keprihatinan saya terhadap penggambaran citra perempuan yang notabene menjabat sebagai seorang istri sekaligus ibu yang digambarkan oleh iklan sebagai wanita konsumtif yang merongrong suami dan bukan panutan yang baik bagi anak-anaknya.

Berikut beberapa yang sempat terekam oleh saya.

Dalam iklan salah satu minimarket yang tumbuh menjamur dan selalu bersaing dengan kompetitornya, diceritakan seorang ibu pulang arisan menceritakan kepada  suaminya, bahwa Ibu A baru saja membeli mobil baru, masih gres, masih ditutup plastik semuaaa….. dan tadi dia diantar pulang oleh Ibu A naik mobil barunya. Ditambah dengan cerita, kemarinnya, ketemu dengan Ibu B naik motor baru. Dan sang istri pun berkata, "Lalu, kapan kita ganti mobil?"  Dilanjutkan dengan, "Boro-boro ganti mobil, blackberry aja sampai sekarang belum dibeliin.”, dan diakhiri dengan kata "Huh!" yang ditujukan ke suaminya ....
Sungguh prihatin....

Dalam sebuah iklan salah satu department store “S”, digambarkan seorang Ibu minta dibelikan celana jeans baru ke suaminya hanya karena model yang sekarang dipromosikan sedang bagus-bagus, padahal kata suaminya baru minggu lalu dibelikan.
Namun si Ibu memaksa dengan alasan karena sedang diskon, jadi kapan lagi?? Sampai anak perempuannya pun ikut nimbrung dan meminta dibelikan mainan. Dan si ibu menjawab dengan ringan, “Pasti dibelikan, karena kan sedang ada diskon.”
Sungguh, prihatin untuk yang kedua kalinya..

Iklan otomotif (salah satu jenis mobil).
Diceritakan sepasang suami-istri sedang berdebat kencang soal mau membeli mobil. Sang istri dalam dialognya memaksa suami membeli mobil untuk kepentingan dirinya pribadi (mobil kecil) daripada membeli mobil untuk usaha... Meskipun sang suami sudah memberikan argumentasi bahwa mobil yang akan dibeli adalah untuk memperlancar usaha mereka, namun sang istri terkesan tidak mau tahu...
(iklan ditutup dengan solusi, membeli kedua mobil yang diinginkan dengan program diskon khusus yang ditawarkan oleh provider)
Sungguh, prihatin yang ke tiga kalinya ...

Iklan salah satu provider tv kabel, lebih menyesakkan dada lagi (bagi saya pribadi).
Iklan tersebut menceritakan seorang ayah menelepon ke rumah untuk memberitahukan bahwa dia terlambat pulang karena ban mobilnya bocor. Tetapi apa respon yang dia terima?
Anak perempuannya yang menerima telepon pertama kali mengalihkan telepon ke kakak laki-lakinya karena sedang asik menonton acara tv kesayangannya. Sang kakak yang memperoleh pengalihan telepon, tidak mempedulikan apa yang dikatakan ayahnya dan malah meminta ayahnya untuk menunggu sebentar, karena tim sepak bola kesayangannya sedang bertanding dan akan mencetak goal. Baru setelah goal berhasil (ditandai dengan teriakan gembira sang anak laki-laki), telpon dari ayahnya baru ditanggapi itupun kemudian diteruskan ke mamanya.
Mamanya menerima telepon dari suaminya sambil terus tertawa-tawa karena sedang asik menonton tv, tanpa memperhatikan isi pembicaraan suaminya yang mengabarkan bahwa dia akan pulang terlambat karena ban mobilnya bocor, dan terus tertawa sambil berkata, “Ga apa-apa…..”
Sang ayah pun menutup telepon (samar terdengar nada kesal..)

Iklan ditutup dengan tertawa bahagia dari pembawa iklan dengan tagline ‘sekarang, setiap orang, bisa asik sendiri-sendiri karena bla-bla-bla…’

Sungguh gambaran keluarga yang memprihatinkan ...
Anak-anak yang tidak peduli. Istri yang tertawa bahagia saat mendengar kabar kurang mengenakkan dari suami (ban mobil bocor dan telat pulang) ....tak ada empati sama sekali….
Bukan sebuah contoh yang bagus yang digambarkan dari seorang perempuan, seorang istri dan seorang ibu…….
Sungguh, prihatin yang keempat kalinya….

Masih dari iklan otomotif, kali ini terkait dengan pelayanannya.
Seorang istri menelpon suaminya yang sedang bertugas di luar kota dan mengingatkan untuk service mobilnya dengan nada marah, dan nada suaranya bertambah tinggi ketika sang suami mengatakan bahwa di kota tersebut tidak ada bengkel untuk service mobil yang mereka maksud.
Diselingi dengan suara pembawa iklan, bahwa pelayanan mereka sudah menyebar ke berbagai kota di Indonesia, iklan ditutup dengan perintah sang istri kepada suami dengan mengatakan,  "Pokoknya harus bawa mobilnya ke bengkel dan cepat pulang ke rumah, TITIK.”
Sungguh bukan gambaran seorang istri yg bijak….

Sungguh, prihatin untuk ke sekian kalinya …..


Memang tidak dipungkiri, iklan bertujuan untuk menjual dan mencetak brand. Semakin ekstrim maka akan semakin diingat oleh calon pembeli (correct me if I’m wrong).
Namun, tidak bisakah sebuah iklan mengambarkan sebuah keluarga dari sisi yang lebih positif? Sebuah keluarga yang bahagia dan saling mendukung, sebuah keluarga yang saling menghargai dan berempati?
Tidak bisakah seorang perempuan, istri, ibu digambarkan dengan citra yang lebih bijak dan patut menjadi teladan bagi anak-anaknya? Yang layak menjadi kesayangan suami?

Karena kenyataannya, masih banyak iklan yang tetap mengedepankan sisi positif dari seorang perempuan, istri, dan ibu.
Bagaimana produk mereka mampu membuat perempuan menjadi sanjungan tanpa kehilangan citra positifnya. Bagaimana produk mereka dapat membuat seorang istri menjadi kesayangan dan andalan suami dalam menyelesaikan masalah. Bagaimana produk mereka dapat menjadikan seorang ibu menjadi idola keluarga yang tak terkalahkan …….
Sungguh ……… 



Thursday, May 19, 2011

WANTED ALIVE : Effective Leaders for Indonesia!

Wanted Alive : Effective Leaders for Indonesia!

Survei Indo Barometer yang menilai Orde Baru (Orba) lebih baik daripada era Reformasi mengundang pro dan kontra. Salah satu hasil penelitian tersebut, yaitu ditemukan mayoritas publik menyatakan bahwa kondisi saat Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto lebih baik dibandingkan dengan era Reformasi.

Benarkah?
Sebuah kenyataan bernegara, bahwa saat ini Indonesia sedang menghadapi kemerosotan kualitas kepemimpinan, kemerosotan kekuatan pemimpin karena hukum, regulasi dan perubahan norma-norma sosial tidak disikapi dan diterapkan secara benar, sehingga bukannya mendukung terlaksananya proses kepemimpinan, namun malah membungkam kebenaran dan keyakinan seorang pemimpin.

Negeri ini juga semakin menyadari bahwa karakter kepemimpinan karismatik (charismatic leadership) saja tidaklah cukup untuk mendorong negeri ini ke langkah yang sedikit lebih baik dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di negeri ini. Kemampuan untuk ‘mendorong’ dengan menginspirasi saja tidaklah cukup untuk mencapai hasil. Yang dibutuhkan adalah kemampuan seorang pemimpin (leader) untuk ‘menarik’ dengan visi yang kuat.

VISI, itulah kuncinya. Akan dibawa kemana negara ini? Apa sajakah yang diperlukan? Mental seperti apakah yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi perjalanan menuju tercapainya visi, yaitu suatu kondisi yang sampai sekarang pun kita belum tahu kondisi seperti apa itu?

Maka tidaklah mengherankan kalau masyarakat mulai berandai-andai hidup di suatu jaman yang lebih jelas yang barangkali beberapa diantara mereka pernah mengalami (kalaupun tidak mengalami di negeri sendiri mungkin pada saat berada di negeri orang). Masyarakat mungkin tidak melihat ke depan, tetapi mereka melihat dari pengalaman. Apa yang mereka rasakan, itulah yang mereka sampaikan sebagai bentuk pengharapan mereka. Penterjemahannya dikembalikan kepada para pemimpin bangsa ini.

Bukan “orang” nya dan bukan pula “system”nya yang dirindukan.

Tetapi leadership dan sosok leader yang jujur, berintegritas, dan mampu memimpin sesuai dengan karakteristik orang yang dipimpinnya, memiliki visi, dan melaksanakan rangkaian rencananya dengan benar menuju visi tersebut.

Sudah terlalu banyak sistem yang dibuat di negeri ini, bahkan mungkin sudah mulai susah membuat urutan pengkodean nomornya, karena begitu banyaknya. Alih-alih membuat negeri ini lebih tertib dan rapi dengan berbagai sistem dan aturan yang dibuat tersebut, malah semakin tidak jelas tujuan, pelaksanaan dan penegakkannya.

Kemana perginya aturan “Dilarang parkir mobil di ruas jalan, dan yang tetap parkir akan ditilang dengan cara digembok roda mobilnya.” Hanya 1-2 bulan bertahan dan ‘belajar’ konsisten untuk diterapkan, lalu aturan itu pun menjadi kabur.

Kemana pula perginya tujuan penerapan “3in1” yang pada awal pelaksanaannya diharapkan akan mengurangi kemacetan di jalan-jalan utama ibukota? Yang ada malah menjadi ‘lapangan kerja baru’ bagi para joki. Salahkan membuka lapangan kerja baru dengan cara ini? (biarlah pemerintah yang menganalisa).

‘Kekonsistenan positif’ di negeri ini memang tidak pernah bertahan lama. Mengapa? Karena solusi yang diberikan tidak terintegrasi (integrated solution) dan tidak saling terhubung (align) satu sama lain. Masalah A hanya diselesaikan dengan solusi A, kalaupun nanti muncul dampaknya dan menjadi masalah B, maka solusi B pun akan keluar sebagai penangkalnya. Demikian seterusnya dan tidak akan pernah berakhir sekalipun sudah menyentuh masalah dan solusi Z, karena di negeri ini banyak orang pintar, pemimpin-pemimpin pintar yang pintar membuat berbagai masalah untuk kemudian menawarkan solusinya, demi kelangsungan kepemimpinannya.

“Kepemimpinan pada dasarnya adalah situasional (bergantung pada situasi) dan berkesinambungan. Pemimpin yang efektif tidak sekedar membuat sistem atau aturan, dan tidak hanya harus mengetahui dan memiliki gaya memimpin yang sesuai, tetapi juga harus melaksanakannya dengan benar.”


Salam,
Oktira Kirana
http://okirana.blogspot.com/


Friday, April 1, 2011

ARE YOU A PROBLEM SOLVER?

ARE YOU A PROBLEM SOLVER?

Ada 4 karakteristik sikap orang dalam menghadapi masalah :

1.   Putus asa
2.   Menyalahkan orang lain
3.   Burung unta
4.   Pemecah masalah

Untuk menjelaskannya, saya akan memberikan ilustrasi sebagai berikut:

Suatu hari seseorang berjalan-jalan di tepi sungai yang jernih airnya dan jauh dari keramaian, menikmati gemericik air dan sejuknya suasana. Tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara orang minta tolong, dan ternyata suara itu datang dari hulu sungai.

Maka, hal yang akan dilakukan oleh orang tersebut, apabila orang tersebut bertipe :

Putus asa
Orang tersebut akan datang menghampiri orang yang minta tolong, lalu berkata, “Semoga Tuhan menolong anda. Kalau tidak ya, mungkin memang sudah waktunya, anda sabar saja, semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa anda, berdoa saja, mari saya bantu membacakan doa.”
Dalam kehidupan nyata, tipe putus asa, akan selalu merasa bahwa masalah yang dihadapi adalah takdirnya, jalan hidupnya, yang membuatnya pasrah tanpa berusaha dan cenderung putus asa. Dalam versinya dia yakin keadaan akan berubah kalau Tuhan menghendaki meski tanpa melakukan apa-apa. Mungkinkah?

Menyalahkan orang lain
Orang tersebut akan datang menghampiri orang yang minta tolong, lalu berkata, “Sudah tahu nggak bisa berenang, malah main-main ke sungai, sekarang gimana, hanyut kan? Makanya kalau nggak bisa berenang jangan sok berenang, nyusahin orang lain saja.”
Dalam kenyataan, orang dengan tipe ini pada akhirnya bisa membantu, bisa juga tidak. Namun, apapun tindakan yang akan dilakukannya selalu diawali dengan menyalahkan orang lain terlebih dahulu, sebelum benar-benar menyelesaikan masalah, dengan catatan kalau memang dia mau membantu. Sedangkan kalau sebenarnya dia tidak ingin membantu maka, dia hanya akan menyalahkan orang lain tanpa berbuat apa-apa.

Burung unta
Orang tersebut akan datang menghampiri orang yang minta tolong, setelah dilihatnya ternyata dia tidak kenal orang yang hampir tenggelam tersebut, dia berlalu sambil berkata, “Ah, bukan saudara saya, juga bukan tetangga saya, saya tidak kenal, saya nggak mau tahulah, nanti malah saya yang disalahkan kalau terjadi apa-apa dengan orang itu.”
Dalam dunia nyata, tipe burung unta, cenderung untuk menghindari masalah dan menunggu sampai ada orang lain yang menyelesaikan masalah tersebut. Tipe ini juga tidak berusaha untuk memberitahukan masalah yang terjadi karena dia takut terlibat dan memang tidak mau tahu selama tidak ada hubungannya dengan dirinya sendiri. Cari aman? Mungkin.

Pemecah masalah; ada 4 ragamnya :
1)    Orang tersebut akan datang menghampiri orang yang minta tolong dan berkata, “Kebetulan saya bawa buku belajar berenang, sebentar saya akan bacakan untuk anda, agar anda bisa menyelamatkan diri.”
2)    Orang tersebut akan datang menghampiri orang yang minta tolong dan langsung melompat ke sungai untuk menyelamatkannya, karena memang dia bisa berenang.
3)    Orang tersebut akan datang menghampiri orang yang minta tolong dan berkata, “Wah, saya tidak bisa berenang, tetapi sebentar, saya akan panggil bantuan, sambil menunggu bantuan, pegang akar pohon ini kuat-kuat.”
4)    Orang tersebut akan datang menghampiri orang yang minta tolong dan langsung melompat ke sungai untuk menyelamatkan orang tersebut, dan setelah terjun dia baru sadar bahwa..................diapun tidak bisa berenang.

Dalam kehidupan nyata, tipe pemecah masalah juga banyak ragamnya.
Tipe pertama adalah orang yang berusaha memecahkan masalah sesuai aturan dan teori berlaku. Tipe ini terkesan lamban dan teoritis, tetapi terkadang bagus untuk pembelajaran orang lain. Hanya terkadang tipe ini kurang mempertimbangkan waktu.

Tipe kedua adalah orang yang cenderung reaktif dan berusaha keras memecahkan masalah  dengan cepat dengan caranya sendiri. Dalam beberapa kasus, bisa jadi cukup membantu, tetapi bila tanpa perhitungan dan pertimbangan yang baik, dapat menimbulkan masalah yang lain.

Tipe ketiga, berusaha menyelesaikan masalah namun tetap memahami kemampuannya, dan berpikir kreatif untuk menyelesaikan masalah.

Tipe keempat, menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru (sudah tahu tidak bisa berenang, main ‘nyemplung’ aja, jadinya menambah masalah).
Banyak tipe orang seperti ini di kehidupan nyata, niatnya membantu menyelesaikan masalah tetapi malahan menimbulkan masalah baru.

Nah, termasuk tipe yang manakah anda saat menghadapi masalah?



Oktira Kirana,