“MY WAY, YOUR WAY, OUR WAY”
Apakah Anda termasuk orang yang percaya tafsir mimpi?
Bukan! Saya bukan mau mengajak anda menafsirkan mimpi atau percaya mimpi.
Seorang teman (A) bercerita kepada saya bahwa dia dimimpikan oleh temannya (B). Dalam mimpinya, si B mengatakan bahwa dia bermimpi buruk tentang A.
Sebagai seorang teman yang baik, saya mencoba menghibur A dengan mengatakan bahwa, biasanya, biasanya lho..... arti mimpi itu kebalikan dari mimpinya.... misalnya mimpi digigit ular berarti mau dapat jodoh, mimpi dipipisin bayi artinya akan dapat rejeki...... maaf, ini hanya contoh yang sering saya dengar....
Jadi, sekali lagi saya sampaikan ke A, bahwa kalau B mimpi buruk berarti akan terjadi sebaliknya. Bukan respon gembira yang saya dengar dari A, malah dia mengatakan, “Jangan sebaliknya dong..... aku ingin yang sebenarnya.” Lho!? Saya sekarang yang bingung. Bukannya tadi A bilang bahwa B mimpi buruk tapi kok malah ingin mimpinya terjadi.
Cerita punya cerita, ternyata mimpi si B adalah si A mendapat tawaran pekerjaan baru, dan dalam mimpinya B melihat A sedang menyelesaikan proses pengunduran dirinya, termasuk “exit interview” dengan bagian HR.
Menurut B, itu adalah mimpi buruk, karena B akan kehilangan teman karena pindah tempat kerja.
Menurut A, itu adalah mimpi baik, karena A mendapat kesempatan baru yang memang dia harapkan.
Oh, begitu ceritanya.
Mungkin itu yang dimaksud dengan perbedaan sudut pandang, atau lebih tepatnya cara pandang.
[Oh, satu lagi tentang kata “sudut” pandang ini, ada teman saya yang tidak setuju dengan istilah “sudut”, karena secara harfiah, sudut berkonotasi sempit atau kecil. Jadi kalau kita mengatakan sudut pandang, berarti dari pandangan yang sempit. Ini menurut pendapat teman saya.]
Perbedaan cara pandang seringkali memberikan kesimpulan yang bertentangan dan bila terjadi berkelanjutan dapat menimbulkan perselisihan.
(Contoh kecil saja, dari gambar di atas, apa yang Anda lihat? Apakah Anda melihat gambar 'wajah' atau tulisan 'Liar'? atau mungkin keduanya?)
Tentang cara pandang ini, saya mencoba membuat skema seperti berikut, yang kita sebut saja ”my way, your way, our way”
Dalam setiap situasi, ada “Menurut Saya” (area merah), “Menurut Anda” (area biru), dan “Menurut Kita” (area berarsir yang merupakan irisan merah dan biru). Situasi seperti ini dapat menimbulkan perbedaan persepsi.
Pada situasi yang sama, kita bisa memiliki cara pandang yang berbeda, yang mengakibatkan reaksi yang berbeda. Reaksi yang kita berikan berdasarkan pada nilai-nilai yang kita anut (seperti menafsirkan mimpi tadi). Masing-masing dari kita memiliki kerangka acuan yang berbeda untuk menyerap apa yang terjadi di sekitar kita.
Masing-masing dari kita menilai orang lain berdasarkan apa yang kita anggap baik, benar atau normal. Penilaian-penilaian ini berasal dari serangkaian peraturan yang bisa berasal dari keluarga, budaya atau pengalaman kita. Perbedaan penilaian dan peraturan yang dianut dapat menimbulkan pertentangan serta prasangka.
Kembali pada gambar di atas, bila kedua belah pihak berinteraksi dengan mempertahankan persepsi masing-masing, “Menurut Saya” atau “Menurut Anda” maka interaksi yang terjadi tidak produktif. Interaksi yang tidak produktif apabila diteruskan akan membuat kedua belah pihak saling meremehkan atau dalam gambar terjadi diskon (tentang diskon ini akan saya jelaskan dalam artikel selanjutnya).
Interaksi produktif akan terjadi bila kedua belah pihak memiliki cara pandang yang sama, dalam gambar di atas adalah bagian berarsir. Artinya kedua belah pihak telah menemukan persepsi yang sama, memandang dengan cara yang sama dan meyakini nilai-nilai yang sama. Semakin besar area yang berarsir, berarti semakin persamaan persepsi yang ditemukan oleh kedua belah pihak, dan semakin produktif interaksi yang terjadi.
Pernahkah kita memiliki cara pandang yang berbeda dengan rekan atau mungkin pelanggan kita? Apa yang terjadi? Bagaimana cara menyelesaikannya?
Salah satunya adalah dengan melakukan komunikasi dua arah yang efektif sehingga mampu memperlebar persamaan persepsi dan nilai-nilai, dan menghasilkan interaksi yang produktif.
Perbedaan dalam persepsi tidak “benar” ataupun “salah”. Tanggapan kita dalam hati atau yang kita rasakan terhadap suatu situasi tidak jadi masalah, yang penting adalah bagaimana kita memilih respon kita sesuai dengan kondisi & situasi yang ada, perilaku yang memberikan hasil yang paling produktif pada saat kita berinteraksi dengan pihak lain.
No comments:
Post a Comment