Berpikir proaktif berarti....
- melihat masalah secara keseluruhan.
- menemukan akar masalah dan mengambil tindakan perbaikan secara permanen bukan tindakan perbaikan sementara
The best way to have a good idea is to have lots of ideas -- Linus Pauling
Dikisahkan 4 orang berkebangsaan Amerika, Eropa, Jepang dan Indonesia sedang terlibat dalam sebuah pertemuan bisnis.
Mereka menaruh perhatian pada musim hujan yang sedang terjadi di Indonesia dan dampaknya bisa jadi sangat individual. Hal yang paling sering terjadi bila hujan tiba adalah ‘rumah bocor’. Salah seorang dari mereka membuka perbincangan dengan menanyakan, “Bila atap rumah Anda bocor, apa yang akan Anda lakukan?
Orang Pertama (dari Amerika) dengan yakin menjawab, "Saya akan langsung mengganti gentengnya, karena biasanya atap rumah bocor karena genteng yang pecah".
Orang Kedua (dari Eropa) tak mau kalah dengan sigap menjawab, "Saya akan lihat blue-print bangunan rumah, lalu mencari kemungkinan penyebab, mendiskusikannya dengan orang yang berwenang dan berkepentingan, bila dapat persetujuan, baru saya perbaiki/ganti apa yang harus diperbaiki/diganti."
Orang Ketiga dari (Jepang) pun menjawab, "Saya akan periksa tempat kebocoran, telusuri asal kebocoran tersebut, bila perlu saya akan naik ke atap untuk memeriksa apa sebenarnya yang menyebabkan kebocoran, baru kemudian saya putuskan apa yang harus saya lakukan."
Orang Keempat (dari Indonesia) menjawab dengan singkat, "Saya ambil ember lalu meletakkannya dibawah tepat di tempat yang bocor, selesai!"
Terbayang kan, dari cerita di atas, apakah mereka menyelesaikan masalah sampai ke akar masalah dan mengambil tindakan perbaikan secara permanen, atau hanya melakukan tindakan perbaikan sementara/ per kejadian.
Mari kita tilik satu-persatu jawaban mereka.
Menilik solusi yang dilakukan orang Pertama, menggambarkan kondisi kita yang selalu terpaku pada "biasanya". Kalau terjadi seperti "ini" biasanya penyebabnya "itu". Pemikiran seperti ini akan menghalangi kita untuk berpikir kreatif dan proaktif. Menyelesaikan permasalahan yang sama dengan cara yang sama bukannya tidak boleh akan tetapi bila masalah terus berulang berati pengulangan solusinya pun tidak efektif karena tidak mampu memberikan perubahan hasil yang signifikan.
Lalu, bagaimana dengan jawaban orang Kedua? Menyelesaikan masalah tidak cukup hanya berbekal data "di atas kertas". Melihat langsung ke asal timbulnya masalah (bila memungkinkan) akan memberikan data lebih akurat tentang apa sebenarnya yang terjadi. Birokrasi boleh saja, akan tetapi bila ada jalan yang lebih efektif, maka untuk beberapa kasus, pengambilan keputusan dapat didelegasikan dan menjadi wewenang pihak yang terkait langsung. Tindakan pendelegasian ini sekaligus melatih kemampuan pihak yang bertanggung jawab langsung terhadap suatu proses dan memberdayakannya (empower).
Beda lagi kan dengan jawaban orang Ketiga. Mencari akar masalah adalah cara terbaik sebelum menetapkan solusi. Cara ini yang sebaiknya kita jadikan acuan dalam penyelesaian masalah, cari dulu akarnya, tentukan mana yang merupakan akar masalah yang paling berpengaruh, (ingat Prinsip Pareto) kembangkan tindakan perbaikan yang secara permanen dipastikan mampu menghilangkan masalah bukan sekedar menyelesaikan masalah pada saat itu, namun terulang lagi di masa yang akan datang.
Yang harus dilakukan adalah tindakan Corrective bukan Correction.
CORRECTION : memperbaiki ”masalah” sehingga masalah yang terjadi saat ini dapat terselesaikan.
CORRECTIVE : memperbaiki ”akar masalah” sehingga tidak muncul lagi masalah yang sama di masa yang akan datang
Gambaran sederhananya seperti ini :
Setiap kali anda masuk ruangan dengan memakai sepatu atau sandal, maka lantai ruangan tersebut menjadi kotor. Bagaimana menjaganya agar tetap bersih?
CORRECTION :
bila lantai kotor maka disapu/ di-pel sehingga kotoran hilang dan lantai tetap bersih.
>> artinya Anda akan terus-menerus melakukan kegiatan menyapu/ mengepel untuk menjaga lantai tetap bersih, karena setiap kali orang masuk ke ruangan tersebut pasti membuat lantai menjadi kotor, dan Anda akan menyapu/ mengepel lantai ruangan tersebut untuk membuatnya menjadi bersih kembali.
CORRECTIVE :
- sediakan keset; sebelum masuk ruangan orang harus keset terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran yang menempel di sepatu/ sandal atau
- buat aturan untuk melepas sepatu/ sandal sebelum masuk ruangan.
>> artinya, dengan melakukan satu tindakan yang tepat –menyediakan keset/aturan melepas sepatu/sandal-- menghindarkan Anda melakukan kegiatan perbaikan secara berulang-ulang.
[mungkin itu sebabnya, yang tersedia adalah correction pen (baca : tip-ex), bukan corrective pen;
karena pena tersebut hanya berfungsi untuk memperbaiki kesalahan tulis (koreksi), bukan mencegah terjadinya salah tulis.]
Nah, untuk jawaban orang Keempat (terakhir), saya akan tinggalkan untuk Anda komentarnya.
Silahkan….
(Apakah masih banyak ember (bahkan mungkin panci) bertebaran di rumah Anda bila rumah Anda bocor? Hanya Anda yang tahu jawabannya…… :)
NOTE : penggambaran asal negara peran di atas sama sekali bukan bermaksud melecehkan bangsa sendiri, namun karakteristik umum yang sering dijumpai adalah seperti itu adanya, meskipun saya yakin 100% tidak semua orang Indonesia demikian. Mohon maaf apabila memunculkan perbedaan penafsiran, sekali lagi saya yakin, Anda akan menanggapinya dengan bijak.:)
No comments:
Post a Comment